Monday, March 21, 2011

Mengenal lebih dekat fenomena El Niño dan La Niña

Belakangan ini fenomena perubahan iklim telah menjadi topik utama pembicaraan tidak hanya dikalangan ilmuwan tapi juga hingga masyarakat luas.
Mulai dari musim dingin yang ekstrim di benua Eropa hingga arus dingin di wilayah Pasifik Tengah yang tak sedikit membawa efek terhadap sistem perekonomian masyarakat di pantai barat Amerika Selatan ini.
Beberapa minggu yang lalu berdasarkan laporan dari berbagai media yang dirilis di Eropa telah menyebutkan korban jiwa sekitar 40 orang terutama di Polandia dan wilayah Pegunungan Siberia. Hal ini disebabkan karena selain turunnya badai salju yang jauh lebih awal dari tahun sebelumnya, penurunan suhu udara pun terjadi begitu ekstrim hingga mencapai angka yang tidak tanggung-tanggung hingga 55°C di bawah titik nol (di pegunungan Siberia).
Ternyata anomali cuaca ini tidak hanya terjadi di wilayah Eropa, tapi juga wilayah Asia Pasifik dan Amerika Latin khususnya sekitar Pasifik Tropis pun ditimpa bencana yang tak kalah menelan kerugian ekonomi yang tidak sedikit bagi masyarakat setempat. Adapun fenomena penyimpangan iklim tersebut adalah, apa yang disebut dengan El Niño dan La Niña.
Sebelum membahas lebih jauh tentang dua fenomena ini maka sebaiknya perlu diketahui kondisi arah angin sebenarnya yang terjadi di wilayah ini pada situasi normal. Biasanya,  Angin Pasat Tenggara (APT) bertiup ke arah ekuator di subtropis Samudera Pasifik bagian Selatan. Kekuatan APT ini sangat tergantung pada beda tekanan udara permukaan laut antara Indonesia (tekanan rendah) yang diwakili oleh Darwin dan tekanan udara di Pasifik Selatan (tekanan tinggi) yang diwakili oleh Tahiti. Perbedaan inilah yang disebut dengan Southern Oscillation Index (SOI).
Pada kondisi normal dimana SOI naik, maka akan terjadi dua hal, yang pertama adalah di pantai Peru. Akibat APT yang bertiup ke ekuator, transpor di lapisan Ekman akan menjauhi pantai, kekosongan ini akan diisi oleh massa air dalam yang dikenal dengan upwelling. Sedangkan hal ke dua, di tropis Pasifik APT mendorong massa air ke arah tropik barat Pasifik lewat Arus Katulistiwa selatan. Ini menyebabkan terjadinya akumulasi massa air di tropik barat Pasifik dan karena di tropis massa air mengalami pemanasan sehingga suhu permukaan menjadi tinggi dan dikenal dengan warm pool.
Akibat dorongan dari APT, paras laut di tropik barat Pasifik menjadi lebih tinggi dari tropis timur Pasifik dan lapisan termocline di barat lebih tebal dari di timur. Selain itu massa air di tropik barat menghangat dan mengakibatkna terjadinya penguapan. Hal ini mengakibatkan tekanan udara rendah dan humiditas naik, massa udara naik ke atmosfer dan di sana terjadi Walker Sirculation. Pada akhirnya terjadilah hujan di Indonesia dan daerah tropis bagian barat lainnya.
Sebelum terjadi ElNiño, maka terjadi keadaan yang tidak normal dimana diawali dengan APT yang sangat kuat, Oleh karena itu Arus Khatulistiwa Selatan pun makin kuat karena menguatnya Gyre Subtropikal yang menyebabkan lereng muka laut semakin menurun ke arah timur akibat akumulasi di tropis barat. Anomali berlanjut dengan melemahnya APT sehingga gesekan angin memperthankan paras laut yang tinggi di barat menghilang. Akibatnya massa air hangat dari tropis barat mengalir ke timur dalam bentuk gelombang Kelvin. Massa air hangat ini berbelok juga ke selatan sehingga sampai di pantai Peru dan Equador yang disebut dengan El Niño.
Karena massa air hangat bergeser ke tengah sampai timur tropis Pasifik maka Walker Circulation pun bergeser ke timur mengikuti posisi massa air yang hangat. Oleh karena massa air hangat di tengah Pasifik mengakibatkan evaporasi dan massa udara yg berisi uap air naik ke atmosfer maka terjadilah hujan di tropis tengah hingga timur Pasifik. Bahkan terjadi banjir di California dan hujan di pesisir sampai tengah Peru dan Equador yang biasanya kering.
Dampak dari fenomena ini terhadap wilayah Indonesia dan sekitarnya adalah ; karena udara di atmosfer kering maka terjadilah kemarau yang berkepanjangan. Sebagian wilayah mengalami gagal panen terutama wilayah timur Indonesia. Meskipun demkian terjadi intensitas upwelling yg cukup tinggi di wilayah selatan Jawa dan barat Sumatera yg tentu saja membawa dampak positif terhadap perikanan setempat. Sebaliknya, sepanjang fenomena ini, ekosistem di sekitar wilayah pesisir Peru dan Equador mengalami stress berat karena selain upwelling berkurang juga tibanya massa air hangat yang menyebabkan matinya larva ikan anchovy yang merupakan makanan ikan pelagis.
Selanjutnya proses sebaliknya adalah La Niña, fenomena ini diawali dengan menguatnya APT, sedangkan suhu muka laut di tropis barat Pasifik lebih hangat dan di tropis timur Pasifik (wilayah Peru dan Equador) jauh lebih dingin. Akibatnya atmosfer di tropis barat Pasifik mendapat uap air yang tinggi. Hal ini menyebabkan hujan lebat dan banjir di Indonesia dan Asia Tenggara, sedangkan di wilayah Pasifik timur terjadi kemarau dan kekeringan. La Niña cenderung terjadi lebih lama dibandingkan dengan El Niño. Periode tahun ini telah terjadi pada awal Juli 2010 dan menurut hasil prediksi akan berakhir pada awal tahun 2011. Beberapa situs menyebutkan bahwa wilayah Argentina yang merupakan eksportir produksi sereal terbesar itu mengalami masalah yang serius selama periode La Niña ini.

Sumber: netsains.com

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More