Wednesday, March 23, 2011

Cerita Epik Bernama Biologi

Saya tahu kenapa saya suka biologi: saya suka cerita. Saya suka cerita yang besar, bercabang-cabang dan mencengangkan. Saga, epos. Sama seperti saya suka buku-buku besutan J.R.R. Tolkien dan C.S. Lewis. Dalam biologi, saya melihat cerita epik serupa dalam hidup serangga-serangga sosial macam lebah madu atau semut. Tahukah anda betapa kompleksnya pembagian kerja dan kasta-kasta berbagai jenis semut? Membaca The Ants tulisan Holldobler & Wilson atau For Love of Insect karya Thomas Eisner sama sekali tak kalah asyik dari magi trilogi The Lord of the Rings.
Saya suka cerita yang penuh plot, saling mendahului, saling adu pintar. Dan kalau anda dengar cerita betapa 'cerdas'nya berbagai serangga parasit mengeksploitasi inangnya, anda pasti setuju kalau biologi adalah koleksi cerita spionase paling sedap di dunia. Mari kita ambil satu contoh:  spora dari cendawan parasit dari genus Cordyceps punya kemampuan menempel di exoskeleton (kulit luar) serangga, terutama semut. Bersama dengan waktu, cendawan ini menginvasi semut inangnya dengan menjulurkan miselium melalui lubang-lubang trachea (berfungsi seperti lubang hidung kita, trachea adalah lubang-lubang di permukaan tubuh serangga lewat mana udara dipertukarkan). Di dalam tubuh semut inangnya, cendawan ini mulai tumbuh ke arah otak. Ketika miselium cendawan Cordyceps mencapai otak semut, cendawan ini mampu memodifikasi perilaku si semut inang. Semut ini pun mulai bergerak ke tempat tinggi, biasanya berupa dedaunan di kanopi atas pepohonan. Di sana, sang semut yang sudah mirip zombie terkendalikan oleh cendawan ini kemudian menggigit kuat pembuluh tanaman di permukaan bawah daun atau bahkan di ranting berkayu untuk memastikan pegangan yang kencang. Setelah itu, si semut pun mati oleh infeksi cendawan Cordyceps. Setelah semut ini mati, sang cendawan baru mulai menumbuhkan struktur reproduksinya. Struktur ini biasa nampak tumbuh sebagai batang memanjang yang menjulang dari punggung atau kepala sang semut. Di sepanjang batang ini, spora-spora pun diproduksi. Ketika spora Orphiocordyceps sudah tumbuh ranum, mereka meledak dan jatuh bak hujan ke cabang dan ranting yang lebih rendah di mana spora-spora ini punya kesempatan untuk menempel ke tubuh semut korban berikutnya. Licik? Asyik!
Cendawan cordyceps tumbuh dari bangkai semut inangnya
Cendawan cordyceps tumbuh dari bangkai semut inangnya
Belum lagi segudang cerita tentang nuptial gift, alias pemberian jantan kepada betinanya sebelum dan sesudah kopulasi. Atau kisah betina-betina yang tak enggan memangsa jantannya segera setelah fungsi reproduksinya terpenuhi. Atau bagaimana strategi berburu makanan yang begitu berbagai-bagainya di masing-masing spesies. Konon, kunang-kunang berkomunikasi via kedipan-kedipan cahaya bioluminesence dari abdomennya. Jeda antar kedipan membedakan 'bahasa' spesies kunang-kunang satu dari kunang-kunang lain. Menariknya, kunang-kunang betina dari genus Photuris ternyata fasih melafalkan 'bahasa' kedipan kunang-kunang dari genus Photinus yang tinggal di habitat yang sama. Betina Photuris ini akan merespon kedipan dari jantan Photinus, dalam 'bahasa' Photinus, untuk menggodanya datang mendekat. Maka sang jantan Photinus pun terbang dengan berahinya, tak tahu bahwa ia tengah terbang ke arah kematian. Photuris betina tadi memang tengah menggoda si jantan Photinus terbang mendekat untuk dibantai sebagai makan malam...
Ada cerita untuk siapa saja dalam biologi. Yang romantis, yang realis, yang sinis.
Biologi, terutama perilaku hewan, buat saya adalah buku besar yang tak pernah kering dari cerita mengagumkan. Dan entomologi, cabang biologi yang mempelajari serangga, adalah salah satu bab yang buat saya paling menarik dari buku tadi. Semua contoh yang dikutip di atas datang dari entomologi.
Saya punya firasat saya tak sendiri. Hampir semua peneliti yang antusias akan entomologi seperti tergila-gila pada cerita yang menunggu di balik tiap gumpil kecil struktur tubuh dan tiap keping perilaku. Thomas Eisner, mahaguru serangga lulusan Harvard, punya dua buku yang berkisah tentang strategi pertahanan serangga. E.O. Wilson, kakak kelas Eisner yang adalah empu dunia semut. Atau J.H Fabre, salah satu entomologis perintis asal Perancis yang seolah ketagihan akan 'cerita' di balik dunia serangga sebagaimana tercermin dari tulisan-tulisannya (salah satu yang dapat ditemukan online punya judul The Life of The Caterpillar ). Jangan lupa juga, studi tentang serangga dan hewan lainnya meledak sebagai sains di jaman Viktoria dengan nama 'Natural History'. History, sejarah, epos.

Sumber: netsains.com

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More