Saturday, March 10, 2012

Digital Native dan Sekolah Hari Ini

Digital native sebuah istilah sempat dipopulerkan Marc Prensky pada awal tahun 2001, sebuah bagi generasi yang lahir pada era digital, sementara yang lahir pada generasi sebelumnya namun akrab dengan teknologi digital disebut digital immigrant. Menurut Prensky, generasi digital native adalah mereka yang sejak lahir telah dilingkupi oleh berbagai macam peralatan digital seperti komputer, videogame, digital music player, kamera video, telpon seluler serta berbagai macam boneka dan perangkat yang khas era digital. Mereka sangat fasih dengan bahasa teknologi digital dan Internet. Bagi anak digital native, penggunaan Internet entah melalui PC, laptop atau telpon seluler bukan lagi menjadi hal yang mewah atau singkatnya generasi ini sangat akrab dengan Internet.
Setidaknya itulah yang menyebabkan saya dapat memahami Dodo, bocah kecil yang baru 6 tahun itu dengan tangkas menyalakan laptop dan membuka situs game online kesukaannya. Dia main games dengan serius seperti orang dewasa nonton berita. Matanya nyaris tak berkedip dan penuh konsentrasi. Sesekali dia berteriak kegirangan, terkadang juga mengeluh kesal. Seru sekali. Lama kelamaan dia bosan juga. Akhirnya dia membuka situs youtube dan menonton film kartun Ipin Upin kesukaannya. Asyiknya…
Itulah fenomena yang terjadi di sekitar kita saat ini. Bukan hal yang aneh lagi melihat anak kecil bisa mengakses internet. Mereka juga sudah biasa menggunakan perangkat seluler untuk menelepon atau sms. Bahkan menggunakan aneka gadget modern seperti mp3, camera digital, tablet pc dan semacamnya sudah menjadi keseharian mereka. Sungguh berbeda anak kecil saat ini dengan anak-anak di masa lalu.
Mengubah Cara Bukan Isi

Agus Sampurno pernah menyatakan bahwa akan tiba saatnya sekolah tidak lagi terkungkung pada empat tembok yang membatasi. Tapi akan meluas dan melewati batas yang ada sekarang. Banyak sekali tipe kurikulum yang sudah dirancang dan diluncurkan namun sedikit banyak siswa-siswi kita sekarang bukan lah menjadi pengguna atau sasaran yang tepat dari kurikulum-kurikulum tersebut.
Siswa dan siswi kita sekarang tumbuh dalam dunia pertumbuhan dunia digital yang sangat cepat. Ada yang mengatakan perbandingannya 1:7 artinya satu tahun didunia nyata sama dengan 7 tahun di dunia digital. Sebuah percepatan yang luar biasa. Apa mau dikata siswa dan siswi kita berpikir dan berbicara dalam bahasa yang berbeda dengan kita. Mereka adalah pemilik dan penduduk asli dunia digital.
Disinilah para guru dituntut untuk mampu merubah cara atau metode pembelajarannya dalam menyampaikan materi kepada siswa. Sebagai guru kita perlu juga menyadari benar bahwa dunia terus berubah sedemikian cepatnya, sehingga sejatinya sangatlah sulit untuk memastikan gambaran sekolah seperti apa yang cocok untuk abad 21 dan sesudahnya. Demikian halnya dengan  industri dan pekerjaan yang tersedia dan ditawarkan di masa depan hingga kini belum ada dan mungkin akan sangat berbeda dengan yang ada di masa lalu dan masa kini. Namun satu hal yang pasti, apa yang dikatakan John Dewey pada masa lalu tetap relevan dan benar hingga kini, yakni bahwa “If we teach our children as we did yesterday, we rob them of the future” (Gateway, 2008: 6).
Menurut beberapa pakar, banyak sekolah yang ada sekarang sudah ketinggalan zaman. Sistem yang digunakan di sekolah-sekolah itu (termasuk di Indonesia) merupakan sistem yang dirancang untuk dunia agraria dan manufaktur. Sistem yang diterapkan pada sekolah-sekolah itu sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dunia abad 21. Berkaitan dengan itu, Schlechty mengatakan, “The unfortunate fact is that our educational system is working as it was designed to work, but the way it was designed to work is not adequate to our present needs and expectations” (Schlechty 2005, xii). Sekolah-sekolah di masa lalu (sekolah konvensional) dirancang untuk membuat siswanya mengenal huruf, dapat membaca dengan baik, mengenal angka, dan kemudian mampu untuk mencapai standar akademis yang tinggi bagi para siswanya. Itu semua telah tercapai kini (Schlechty 1997, 11). Tetapi, dunia telah berubah dan terus berubah sedemikian cepatnya (fast-placed manner). Lingkungan para siswa yang ada sekarang berbeda dari lingkungan para siswa di masa lalu untuk siapa sekolah-sekolah itu dirancang. Oleh karena itu, guru dan sekolah konvensional sudah tidak zamannya lagi, sekarang merubah cara mengajar lebih penting daripada mempermasalahkan banyaknya materi yang harus disampaikan.
Dengan semua kondisi ini, pertanyaan terakhir yang harus segera dijawab adalah sekolah seperti apakah yang diperlukan untuk dunia pendidikan abad 21? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sesuai dengan lingkungan pertumbuhan anak-anak era digital dan tuntutan dunia kerja di masa depan yang akan sangat berbeda dengan yang sekarang ada, maka sekolah abad 21 harus menyertakan dan memperhitungkan keahlian-keahlian abad 21 di dalam kurikulumnya demi memenuhi harapan dan kebutuhan para siswa era digital ini. Secara umum, keahlian yang harus dikuasai dan dimiliki oleh siswa era digital adalah keahlian di bidang informasi dan komunikasi, keahlian berpikir dan memecahkan masalah, keahlian interpersonal dan pengarahan diri (self- directional). Keahlian-keahlian ini sejatinya telah tercakup dalam kurikulum standar dunia pendidikan dewasa ini, namun dalam abad 21, keahlian- keahlian ini semakin jauh berkembang (meluas) dari yang ada di masa lalu.
Materi pembelajaran yang diajarkan pada abad 21 perlu dilengkapi dengan contoh-contoh yang relevan dari dunia abad 21; siswa harus mampu melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari dengan kenyataan yang mereka lihat pada lingkungan di sekitar mereka. Siswa mesti mendapatkan dan menggunakan perangkat atau piranti-piranti yang mereka perlukan yang dapat menggambarkan lingkungan pekerjaan yang nyata agar mereka mendapatkan keahlian-keahlian yang diperlukan pada level yang tinggi sebagaimana yang diharapkan dari mereka untuk menghadapi tantangan abad 21 (Barriors: 8).
Untuk itu maka, sekolah abad 21 harus mengintegrasikan teknologi (laptop, notebook, ipad, smartboard, termasuk internet) ke dalam seluruh proses pembelajarannya. Sekolah abad 21 harus menyediakan suatu lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan sikap ingin tahunya, mengajarkan ketrampilan-ketrampilan yang bermanfaat untuk kehidupan siswa di masa depan dan memungkinkan mereka untuk mempraktekan kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif di dalam tim untuk mencari tahu, memecahkan masalah, membuat dan mengkomunikasikan hasil pekerjaan mereka melalui wadah dan bentuk yang paling sesuai dengan kondisi dan kapasitas anak abad 21 yang digital-based. Dalam hal ini secara tidak langsung peran guru pun beralih dari menjadi sumber informasi tunggal ke pendamping atau mentor bagi para siswa.
 
from netsains.net

2 comments:

sekolah abad 21? ini artinya harusnya sudah mulai sekarang kan? Tp kalau saya perhatikan masih banyak sekolah yg old fashion?

ya karena perkembangan teknologi belum bisa menyentuh semua kalangann,, teknologi masih menjadi barang mewah untuk sebagian besar orang...

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More