Saturday, November 5, 2011

Membuka Wawasan Dengan Mengenal Orang Besar

‘Kamu adalah kepompong. Kamu akan menjadi kupu-kupu nantinya’, ujar Robert Duval (nama samaran). Dua kalimat tersebut adalah kalimat pembuka yang beliau ungkapkan kepada saya, ketika kami berdua bertemu dalam rangka wawancara pasca komite tesis (entretien pos-comité de thèse).
Matahari masih enggan muncul dari peraduannya, ketika saya memulai hari bersama Robert Duval. Seorang peneliti senior dan ahli dalam penelitian Kelapa Sawit di dunia yang kebetulan menjadi wakil Universitas dimana saya menjalani studi S3. Kami membuat rendez-vous (RV) pukul 07h00 di depan lembaga riset bernama IRD (Institut de Recherche pour le Développement).
Saya tiba di lokasi RV kami 15 menit sebelum waktunya. Dan saya menghabiskan waktu dengan berimajinasi tentang tipe percakapan yang akan saya hadapi. Terus terang sayagrogi dan tidak tahu harus menjelaskan apa-apa.
Beberapa hari yang lalu, di dalam komite tesis saya, Robert menjelaskan bahwaentretien ini berfungsi sebagai cross-check keadaan si student, kondisinya di lab dan hubungan personal/sosial dengan supervisor atau semua orang di lab. Menurut Robert, atas nama Ecole doctorale, hal tersebut sangat penting, mengingat PhD bukanlah sebuah riset singkat. Menurutnya, apa saja dapat terjadi selama 3 tahun. Dan, kegiatan semacam ini, berfungsi untuk setidaknya memastikan apabila student tidak merasa nyaman berada di lab.
Saya bertanya-tanya, sebegitu pentingkannya kah seorang PhD student di Perancis, hingga Universitas mereka memperhatikan dan mengontrol kegiatan riset PhD dalam berbagai bentuk. Saya kemudian paham, bahwasanya PhD merupakan pintu gerbang bagi seorang Perancis untuk mencari pekerjaan juga merupakan embrio calon peneliti generasi penerus mereka. Tentu saja, negara akan mengasuh mereka sedemikian rupa sehingga mereka nantinya dapat berbuat banyak.
Terus terang, sejak komite tesis digelar, saya kemudian mengenal diri saya sendiri. Boleh dikatakan komite tersebut berjalan baik. Entah kenapa saya merasa cukup terpukul dengan minimnya pengetahuan yang otak saya mampu proses untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tajam dari para anggota komite. Mungkin hanya perasaan saya saja.
Walau mereka selalu berujar, ‘Riza, kamu sudah bekerja dengan baik. Kamu mengenal baik tema penelitian. Untuk seorang asing yang baru berbicara bahasa Perancis selama 3 tahun, kamu berhak disejajarkan bahkan lebih dengan orang perancis sendiri’, saya merasakan ada yang kurang di diri sendiri. Untuk itu saya berjanji pada diri sendiri untuk menceritakan hal-hal yang mengganjal kepada Robert Duval walau hingga detik RV saya belum memformulasikan kalimat demi kalimat.
Robert terlihat dari ujung pintu sedang berjalan ke arah saya. Saya melambaikan tangan untuk memastikan beliau melihat. Kami bersalaman, kemudian menuju ke ruangan beliau di IRD. Obrolan ringan tentang cuaca dan sebagainya menghiasi awal pertemuan kami. Sebagai catatan, Robert Duval bukanlah orang asing bagi saya mengingat beliau pernah tinggal di Indonesia selama 2 tahun untuk penelitian. Dan, beliau mampu berbicara dalam Bahasa Indonesia. Beberapa kalimat seperti ‘Selamat pagi’ hingga ‘Otak udang’, beliau sangat memahaminya.
Melihat saya masih berkantuk ria, beliau menawarkan segelas kopi. Tanpa basa-basi saya tidak menolaknya. Dan, pembicaraan tentang entretien itu pun dimulai. Beliau mengulang menjelaskan tentang pentingnya entretien ini untuk Ecole doctorale juga untuk diri saya sendiri. Hingga tiba sebuah pertanyaan, ‘Bagaimana hubunganmu dengansupervisor kamu ?’. Saya tersenyum. Saya membutuhkan waktu untuk menjelaskan. Namun, tidak ada yang saya sembunyikan, saya bercerita apa adanya, tentang bagaimana kami, kinerja di dalam lab dan sebagainya. Robert tersenyum, lalu berujar ‘Kamu adalah kepompong. Kamu akan menjadi kupu-kupu nantinya. PhD memang proyek lab kamu, akan tetapi, kamu-lah yang seharusnya menjadi pemimpin proyek tersebut, bukan supervisor. Saya tidak berusaha menciptakan konflik antara dirimu dengan supervisor, tapi lebih kepada mendorong kamu untuk lebih berani lagi beride. Di masa yang akan datang, kami-lah yang seharusnya menerima saran dari kamu bukan sebaliknya’.
Saya benar-benar senang mendengar kalimat itu muncul dari sosok yang saya kagumi. Kemudian beliau juga menjelaskan tentang perlunya saya keluar dari kotak. ‘Keluarlah dari lab kamu, pada tahun-tahun tengah PhD kamu. Ok, kamu sudah pergi dari Indonesia dan berada disini, itu sudah jauh dan merupakan langkah yang besar. Namun, kamu pergunakan kesempatan ini untuk mengenal lebih banyak lagi bagaimana lab-lab lain melakukan riset mereka. Kamu akan tiba pada momen dimana, kamu dapat mengambil manfaat dari itu semua’.
Untuk sekejap saya merasa seperti seorang anak yang sedang mendengarkan nasihat dari ayahnya. Tentang bagaimana dunia ini tidak sempurna dan tentang dunia yang tidak selebar daun kelor. Saya sungguh bersyukur dan berterima kasih atas pertemuan tersebut.
Setelah dua jam, akhirnya kami mengakhiri entretien yang lebih mirip diskusi antar teman tersebut, atau diskusi ayah dan anak. Saya pun berpamitan kepada beliau dan segera menuju lab saya yang hanya berjarak 100 meter dari IRD. Dalam perjalanan, saya banyak merenung dan berfikir tentang masa depan. Banyak hal yang harus saya lakukan, perbaiki dan lain sebagainya. Namun, banyak pula hal yang harus saya nikmati pada saat ini.
Tulisan ini dibuat, semoga dapat menjadi masukan kepada para pembaca. Minimal saya mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan isi hati secara gratis. Kemudian, mari selalu berusaha melakukan sesuatu yang terbaik.

From netsains.com

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More