Wednesday, November 9, 2011

Membangun Harapan Di Kelas

Seringnya saya jumpai beberapa anak menjadi tidak semangat mengikuti kegiatan pembelajaran disekolah dengan semua aturannya, telah membuat saya prihatin dan berfikir dalam. Dalam banyak hal anak-anak sekarang memiliki lebih banyak kemudahan dibanding kita yang lahir sebelum mereka. Lahir diera teknologi dengan semua kemudahan informasi, ternyata belum tentu mendorong mereka menjadi tahu segala hal. Mereka seolah telah menjadi sangat nyaman dengan  apa yang ada, seperti halnya kita dengan begitu mudah memindahkan acara televisi yang tidak kita sukai dengan hanya menekan tombol disebuah “remote control”. Inilah yang menurut saya sangat memprihatinkan, dari kecenderungan anak-anak sekarang yang hanya menyukai apa yang mereka anggap menyenangkan dan tidak bagi sesuatu yang sebaliknya seperti seperti menonton televisi, sms, dan bergaul dengan teman sebaya.
Tidak berlaku lagi rasa ingin tahu, karena yang disajikan itulah yang mereka terima sebagai sebuah pengetahuan. Hal ini saya jumpai kerapkali dalam setiap tatap muka bersama anak-anak dikelas, bagi mereka semakin cepat jam sekolah berakhir itulah yang terbaik. Seolah semua kegiatan pembelajaran disekolah hanya sebuah keterpaksaan dari keinginan atau pelarian karena dirumah terlalu tidak menyenangkan. Tentunya ini bukan sesuatu yang dapat digeneralisasi, tetapi adalah sesuatu yang memberikan pelajaran kepada kita bahwa motivasi belajar setiap anak pastilah berbeda.  Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu  movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini  berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya
Dalam hal belajar motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan serangkaian kegiatan belajar. Motivasi siswa dapat timbul dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) dan dapat timbul dari luar diri siswa (motivasi ekstrinsik). Kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya kepedulian orang tua dan guru, merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan motivasi belajar anak.
Rendahnya motivasi belajar siswa akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negative. Raymond J.W dan Judith(2004:22) mengungkapkan bahwa secara harfiah anak- anak tertarik pada belajar, pengetahuan, seni (motivasi positif) namun mereka juga bisa tertarik pada hal–hal yang negatif  seperti minum obat- obatan terlarang, pergaulan bebas dan lainnya. Motivasi belajar anak-anak muda tidak akan lenyap tapi ia akan berkembang dalam cara-cara yang bisa membimbing mereka untuk menjadikan diri mereka lebih baik atau juga bisa sebaliknya. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh orang tua dan guru.
Oleh karena itu, menurut Gagne hal penting yang harus dibangun oleh guru dan orang tua adalah menjadikan siswa sadar akan tujuan yang harus dicapai dan bersedia melibatkan diri. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002:42) yang dikutip dari analisisnya Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M.Pd., dimana diketahui bahwa secara  umum  76,6%  hasil  belajar  siswa  dipengaruhi  oleh  kinerja  guru.
Sebagai awal untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru dan orang tua harus berusaha untuk mendekatkan kenyataan dengan impian seorang anak. Anak-anak harus diajarkan untuk bermimpi dalam kesadaran, sehingga nantinya mimpi-mimpi itu akan berangkat menjadi harapan. Sedekat mungkin seorang anak harus ditunjukkan kenyataan bahwa tidak akan berarti sebuah mimpi tanpa sebuah kerja keras untuk menjadikannya kenyataan. Disini peran kepedulian menjadi penting, sebab fakta yang terjadi selama ini menunjukan bahwa ketika ada permasalahan tentang rendahnya motivasi belajar siswa, guru dan orang tua terkesan tidak mau peduli terhadap hal itu, guru membiarkan siswa malas belajar dan orang tua pun tidak peduli dengan kondisi belajar anak. Padahal membangun motivasi siswa tidaklah sulit, hanya dengan meluangkan beberapa menit dalam setiap pembelajaran untuk membuka komunikasi dua arah dengan siswa.
Bentuk komunikasi ini merupakan stimulus yang harus terus diberikan guru maupun orang tua. Sebab, makin banyak dan sering anak diberikan stimulasi lingkungan, makin banyak terjadi pertumbuhan jaringan antar sel (dendritic sprouting). Atau dengan kata lain ‘makin cerdas’ anak itu. Terlebih dalam teori baru disebutkan bahwa sel neuron dapat terus tumbuh sampai usia berapapun, maka peluang untuk mengoptimalkan potensi otak seolah tidak ada batasnya. Umur berapapun, stimulasi pada anak akan bermanfaat bagi peningkatan kecerdasannya.
Sekarang, untuk memulai membangun harapan dan motivasi maka guru harus memulai dengan memberi ruang bagi siswa disetiap pertemuan. Membuktikan kepedulian dengan tindakan dan kasih sayang yang tulus. Membiarkan mereka mendengar cerita tentang keberhasilan, kesempatan dan mimpi-mimpi dalam kerja keras orang tua mereka. Sekarang, sudahkah kita melakukannya di kelas kita?

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More