Friday, May 11, 2012

Belajar Cara Dewasa

Terkadang, kebiasaan-kebiasaan kurang baik seperti menunda-nunda pekerjaan, membuang-buang waktu, menganggap remeh, dan beragam kebiasaan kurang baik lainnya masih saja melekat dalam diri kita, meskipun sudah memasuki atmosfer perkuliahan. Berbagai alasan selalu diutarakan ketika mengalami masa-masa sulit seperti lupa mengerjakan tugas, atau tugas yang diberikan tidak dikerjakan secara maksimal pada saat dikumpulkan. Padahal, waktu penyelesaian tugas yang diberikan oleh sang Dosen atau asisten lebih lama dari proses penyelesaian tugas normalnya. Sepertinya hal itu sudah tidak asing lagi dalam penglihatan kita, bahkan sudah menjadi tradisi ketika tugas diberikan dalam tenggat waktu yang cukup lama, kita mengerjakannya hanya beberapa hari bahkan satu hari menjelang tenggat waktu tersebut. Padahal, kebiasaan tersebut bisa berpotensi menyebabkan tugas-tugas yang kita tunda-tunda bertumpuk dalam 1 tenggat waktu yang sama. Dampaknya, tugas tidak terselesaikan dengan maksimal, padahal tenggat waktu yang diberikan sebenarnya menguntungkan mahasiswa.
Seharusnya, setiap kebiasaan-kebiasaan keliru yang pernah kita lakukan dahulu bisa dijadikan pelajaran dan pengalaman yang berharga sebagai warning agar kita tidak pernah melakukannya kembali. Tapi, terkadang apa yang kita ucapkan dan kita rencanakan sulit untuk kita praktikkan jika kita tidak memiliki keinginan yang kuat untuk merubahnya. Tentunya, keinginan kuat itu harus diiringi dengan usaha dan kerja keras dalam mengikuti irama dari pergerakan hati yang menginginkan suatu perubahan besar. “Change one thing, change everything,” mengulas kembali pepatah dari sebuah film yang dibintangi oleh Ashton Kutcher berjudul The Butterfly Effect, bahwa Setiap 1 perubahan yang kita lakukan bisa memberikan potensi yang luar biasa terhadap perubahan komponen-komponen lainnya.
Tidak selamanya kita berada di pangkuan seorang ayah atau ibu, merengek dengan banyak permintaan, dan hidup penuh dengan ketergantungan. Tapi, kita akan dilepas untuk hidup dan berpetualang di alam bebas dengan permasalahan yang beragam, tapi penuh dengan khazanah kehidupan. Dari petualangan tersebut kita diberikan kesempatan untuk memetik buah sebagai reward, dan kualitas buah yang kita rasakan tergantung dari seberapa besar usaha yang telah kita lakukan. Jika hari ini kita pemuda, esok kita menjadi orang tua. Maka, mulailah untuk memikirkan bagaimana menjalankan mesin waktu yang kita miliki, agar kelak mampu melakukan pendaratan yang optimal. Salah satunya adalah dengan belajar cara dewasa.
Belajar cara dewasa bukan berarti kita harus melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Tapi, kita berusaha untuk disiplin dan tepat waktu dalam berkompetisi menggugurkan tanggungjawab yang telah kita sepakati, dan bisa menerima kekalahan dengan hati yang lapang. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah tugas yang harus kita selesaikan sebagai seorang mahasiswa, misalnya. Seorang pemenang akan memanfaatkan waktu yang ada seoptimal mungkin dan selalu mencoba untuk menyelesaikan tugasnya. Ketika dia gagal, maka dia menerima kekalahannya dengan lapang dada, bukan berusaha memikirkan alasan apa yang tepat untuk membela kegagalannya, apalagi bersikap tidak jujur dengan hasil pekerjaan orang lain. Ingatlah kutipan dari ilmuwan kondang, Albert Einstein bahwa “A person who never made a mistake never tried anything new.”
Belajar cara dewasa dalam memahami proses adalah tugas utama dari seorang mahasiswa, agar suatu saat kelak mampu menjalankan tri dharma perguruan tinggi. Sudah seharusnya kita membangun fondasi yang kuat dalam mempersiapkannya. Fondasi tersebut tidak akan terbentuk jika kita tidak berani mencobanya. Jika kita tidak berani mencoba, maka kita tidak akan tahu di mana titik kelemahan kita. Poin yang paling krusial adalah mampu mengetahui di mana titik kelemahan kita. Mengapa demikian? Setiap manusia pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, karena itu kita harus mengetahui di mana letak dari kedua bagian tersebut, hal itu sangat berguna untuk menjadikan keduanya bermanfaat.
Kita bisa belajar dari cerita tentang dua buah tempayan yang bisa berjalan, diadopsi dari pepatah Cina. Salah satu dari tempayan sebut saja tempayan A, sedikit retak dan memiliki lubang kecil di beberapa bagian tubuhnya, sedangkan tempayan lainnya sebut saja tempayan B, terlihat utuh. Setiap hari kedua tempayan tersebut diperintahkan oleh majikannya untuk membawa air dari sungai. Sebelum kedua tempayan itu mencoba melaksanakan tugasnya, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu titik kelemahannya masing-masing. Tapi, setelah keduanya mencoba dan terus mencoba, perlahan-perlahan mereka mengetahuinya. Tempayan A mulai menyadari bahwa jumlah volume air yang ia bawa selalu kurang dari kapasitas seharusnya, sedangkan tempayan B dengan bangga bisa membawakan majikannya air sesuai dengan kapasitas seharusnya. Apakah karena kelemahan yang dimiliki oleh tempayan A menjadikan tempayan A tidak unggul dari tempayan B? Tempayan A sama unggulnya bahkan bisa lebih unggul dari tempayan B! Mengapa demikian? Belajar cara dewasa berarti belajar untuk bisa menerima kelemahan dan menjadikannya senjata untuk menjadi pemenang. Setelah menyadari kekurangannya, tempayan A mengambil jalur lain yang baru saja ditaburi benih-benih bunga oleh majikannya. Beberapa lama kemudian, benih-benih itu tumbuh kembang menjadi bunga cantik yang bisa dipetik dan dijadikan hiasan di dalam rumah majikannya. Ada keunggulan tersendiri yang dimiliki oleh tempayan A, tapi tidak dimiliki oleh tempayan B.
Belajar cara dewasa melatih kita untuk menjadi seorang pemenang yang kuat dengan pemikiran-pemikiran besar. Apabila kita tidak dibiasakan untuk belajar cara dewasa, berinisiatif memahami bidang yang kita tekuni, dan membangun insting dengan memperbanyak latihan memecahkan permasalahan-permasalahan di dalamnya. Maka, tidak akan ada ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap bidang yang kita tekuni. Bagaimana kita membangun sebuah pemikiran besar? Pemikiran besar itu berawal dari ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap permasalahan yang kita hadapi. Ketertarikan dan rasa ingin tahu itulah yang mengantarkan kita dalam sebuah pertanyaan yang kadang terdengar bodoh. Namun, siapa yang tahu bahwa pertanyaan bodoh kita ternyata menjadi sebuah pemikiran besar yang bisa merubah peradaban dunia.  “Any intelligent fool can make things bigger and more complex. It takes a touch of genius – and a lot of courage to move in the opposite direction.” kutipan dari Albert Einstein ini mewakili banyak kisah-kisah para ilmuwan yang nama besarnya tidak sebesar kisah hidupnya. Karya-karya luar biasa yang membesarkan nama mereka, dan karya-karya luar biasa itu berawal dari mencoba.

From netsains.net

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More