Wednesday, October 5, 2011

Komunikasi demi Memicu Kreativitas

Life is like a game of cards. 
The hand you are dealt is determinism; 
the way you play it is free will.
-Jawaharlal Nehru
Sesederhana-sederhananya hidup di dunia kampus, tak kurang kompleks di bandingkan dengan kehidupan profesional dan kehidupan masyarakat luas. Entahlah, ini bisa dianggap sebagai berita buruk atau berita baik bagi para mahasiswa. Kehidupan itu kompleks, dan kadang-kadang menggoda pikiran untuk menganggap banyak fenomena di dalamnya sebagai sebuah kebetulan, ke-random­-an, bahkan keajaiban. Tiap manusia memiliki kehendak bebas (free will) untuk menentukan apa dan bagaimana ia menjalani hidup. Manusia membentuk masyarakat. Tiap masyarakat pun sebagaimana seorang manusia, juga memiliki kehendak bebas untuk menentukan bagaimana ia mengorganisasi diri, membentuk dan menentukan sistem nilai, norma, dan tradisi masyarakatnya. Masyarakat membentuk negara. Tiap negara juga, pada hakikatnya, memiliki kemerdekaan pula menentukan nasibnya sendiri. Negara, masyarakat, dan manusia, ketiganya tak lebih kompleks atau lebih sederhana satu sama lain!
Salah satu perangkat yang sering digunakan dalam memahami bagaimana satu manusia yang kompleks itu mengambil keputusan dan berperilaku adalah “teori permainan” (game theory). Bagaimana manusia bertindak-tanduk dilihat sebagai “permainan”. Dengan menganggap dinamika perilaku manusia sebagai bentuk permainan diharapkan dapat memberikan kesederhanaan perspektif, sehingga ilmu pengetahuan dapat memberikan kontribusi nyata, bagaimana kita menjalani hidup yang demikian kompleks tersebut.
Melalui Teori Permainan ini, telah begitu banyak fenomena sosial dapat diterangkan, dan lebih jauh lagi, ia memberikan insight yang baik dan komprehensif tentang bagaimana kita menyikapi kompleksitas dalam hidup bermasyarakat, mulai dari fenomena terkait persaingan antar negara, proses pemilihan  dan voting, konflik dan dilema sosial, pasar modal, hingga interaksi dinamis antara dua orang kekasih. Salah satu hal terpenting yang bisa dipelajari dari gagasan Teori Permainan yang matematis ini adalah hal terkait koordinasi dalam kehidupan sosial.
Bayangkan sepasang kekasih yang masing-masing memiliki kesukaan yang berbeda. Suatu malam mereka berdua di hadapkan pada sebuah pilihan yang sulit: si lelaki ingin menonton pertandingan sepak bola yang telah lama ia tunggu-tunggu, sementara si perempuan ingin ikut night sale yang penuh diskon di mall, yang juga telah lama ia tunggu-tunggu. Yang jelas, keduanya saling mengharapkan kekasihnya ikut dan hadir bersamanya di kala ia menikmati hal yang disenanginya tersebut. Pertandingan sepak bola menjadi makin seru bagi si lelaki, jika kekasihnya ada di sebelahnya menonton bersama. Si perempuan juga akan sangat senang sekali jika kekasihnya menyertainya di acara night sale tersebut [1].
Kita tentu bertanya, siapa yang sebaiknya mengalah? Sudah jelas, bahwa baik si perempuan maupun si lelaki menginginkan kekasihnya ada di sampingnya tatkala menikmati hal yang disenanginya. Matematikawan John Nash, yang meraih hadiah Nobel Ekonomi 1994 menunjukkan bahwa dalam tiap pilihan-pilihan dalam interaksi (konflik) sosial, senantiasa dapat dicari kondisi ekuilibrium: yaitu kondisi ketika tiap pihak telah memilih satu strategi/pilihan, dan tak ada pihak yang mendapat perolehan lebih baik melalui perubahan strategi/pilihannya saat pihak lain tak mengubah strategi/pilihannya [7]. Dalam kasus sepasang kekasih tadi, kita mengetahui bahwa ekuilibrium Nash-nya ada dua, yaitu:
  • Keduanya menonton sepak bola bersama
  • Keduanya pergi ke night sale bersama
karena jika tidak, keduanya akan menjadi sendiri, dan hubungan mereka bisa jadi terancam.
Sungguh repot membayangkannya, jika keduanya mendiamkan saja atau memendam apa yang mereka inginkan, atau jika keduanya malah menghindari percakapan tentang apakah mereka mau menonton sepakbola atau ke night sale pada malam yang dinanti itu. Oleh para matematikawan disebut sebagai kondisi “permainan koordinasi” (coordination game). Ada dua kunci utama dalam menyelesaikan hal ini, yaitu:
1. Fokus pada bagaimana agar hubungan keduanya tetap langgeng.
Hal ini mirip seperti dua orang yang sedang janjian untuk bertemu di kota Bandung, sangat mungkin mereka bertemu di tempat yang keduanya saling tahu karena keterkenalan tempatnya, misalnya: di Bandung Indah Plaza. Dalam kasus ini, kedua kekasih tadi bisa jadi saling menekan keinginan akan hobi masing-masing. Si lelaki tak menonton bola, si perempuan tak jadi ke night sale, dan keduanya “berdamai” saja dengan menonton bioskop saja berdua.
2. Komunikasi dan resiprokalitas.
Jika keduanya berkomunikasi, maka keduanya akan saling terbuka dan jujur akan dua kesenangan yang berbeda itu. Mereka membicarakan dan saling menimang-nimang mana yang mereka pilih, apakah si perempuan yang mengalah atau si lelaki yang mengalah. Dengan komunikasi, maka diharapkan ada satu pihak yang mungkin bisa mengalah. Misalnya, si perempuan mengalah dengan syarat si lelaki mau ke night saledi waktu yang lain, atau bisa pula sebaliknya.
Sungguh menarik mengetahui bahwa ternyata, “permainan” serupa ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang juga terjadi di banyak kasus dalam banyak hal yang “lebih serius”, misalnya keputusan manajerial pemasaran untuk menawarkan sebuah produk baru di tengah kompetisi dengan perusahaan lain yang juga memiliki kesamaan produk, pola investasi, hingga hubungan antar negara. Tentu saja tingkat kerumitan pemetaan permasalahannya berbeda-beda, namun yang jelas, tipologi “permainannya” adalah “Permainan Koordinasi” ini.
Inti dari cerita ini adalah bahwa ada 2 hal yang terpenting yang mesti kita pegang dalam menghadapi koordinasi sosial yang ada: fokus dan komunikasi. Fokus pada apa yang kita kerjakan dan pelajari merupakan satu hal. Yang seringkali alpa dalam banyak keputusan individual adalah komunikasi. Keengganan mengkomunikasikan apa yang kita inginkan bisa berakibat buruk pada interaksi sosial. Di antara dua pihak yang saling berkompetisi di mana konflik keduanyamenentukan koordinasi sosial, komunikasi adalah satu hal yang utama.
Komunikasi dan resiprokalitas dalam interaksi sosial bahkan bisa membantu menajamkan fokus akan interaksi sosial yang kita hadapi. Dan di masa kini dan di masa depan, teknologi telah sangat membantu umat manusia untuk lebih intensif dalam berkomunikasi dalam interaksi sosialnya. Teknologi web 2.0 a la wikipedia, Facebook, Twitter, telah sangat membantu fokus yang dilakukan oleh Indonesian Archipelago Cultural Initiatives (IACI) dalam mengumpulkan data-data kebudayaan Indonesia yang luar biasa banyaknya, di tengah lanskap kepulauan yang luar biasa luas bentangannya [5]. Sulit untuk membayangkan di tengah derasnya budaya global yang ada saat ini, kita bisa membentuk sistem basis data budaya Indonesia yang sedemikian banyaknya.
Untuk apakah sebenarnya basis data Budaya Indonesia itu? Basis data yang lengkap akan budaya Indonesia akan menjadi sebuah media “komunikasi” antar pekerja kreatif di Indonesia. Dengan basis data batik, misalnya, yang ada saat ini, riset Fisika Batik [4] telah menghasilkan berbagai insight penting, mulai dari pemetaan batik [2] hingga konstruksi motif batik modern kontemporer yang tidak menghilangkan nuansa tradisional dan esensial dari geometri batik tersebut. Lebih jauh, bayangkan saja misalnya seorang pekerja songket di Jambi yang browsing ribuan data batik Jawa, maka berbagai ide kreatif dan inovatif untuk menghasilkan songket baru akan dapat dilakukan. Bukan hanya itu saja, dari basis data yang ada tersebut, maka berbagai pekerja kreatif dan inovatif non tekstil, dapat ter-inspirasi dengan berbagai keindahan motif yang tersimpan dalam batik se-nusantara.
Masa kini bangsa-bangsa memperebutkan sumber daya alam, namun di masa depan, bangsa-bangsa akan saling memperebutkan sumber daya kreativitas manusia. Hari ini, makin sering kita dengar berbagai “keributan” tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), yang menunjukkan bahwa kreativitas bahkan inovasi tradisional makin menunjukkan maknanya dalam kehidupan sosial ekonomi modern di masa yang akan datang [6].
Apa yang bisa kita pelajari melalui diskusi ini? Komunikasi merupakan unsur terpenting dalam segenap kehidupan modern manusia, dan makin menunjukkan arti pentingnya di masa yang akan datang dengan kehadiran berbagai teknologi mobile yang mendorong komunikasi. Di masa yang akan datang, tak ada kehidupan profesional yang akan  bisa diepaskan dari komunikasi. Karena terbukti, komunikasi bahkan bisa mendorong fokus kerja kita (satu unsur penting lain dalam “permainan” koordinasi sosial), bahkan lebih jauh memberikan peluang yang lebih jauh lagi bagi kreativitas dan inovasi kita. Masa depan adalah masanya kreativitas dan inovasi, dan teknologi komunikasi kita hari ini sedang mempersiapkan jalan untuk itu!
Kerja Yang Disebut:
[1] Luce, R.D. & Raiffa, H. (1957). Games and Decisions: An Introduction and Critical Survey. Wiley & Sons
[2] Khanafiah, D., & Situngkir, H. (2009). “Memetics of Ethno-Clustering Analysis”. Journal of Social Complexity 4(1): 18-25
[3] Schelling, T. (1978). Micromotives and Macrobehavior. Norton.
[4] Situngkir, H. & Dahlan, R. M. (2009). Fisika Batik: Jejak Sains Modern dalam Seni Tradisi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama
[5] Situngkir, H. (2008). “Platform Komputasi untuk Preservasi Budaya Tradisional Secara Partisipatif”. BFI Working Paper Series WP-XII-2008. Bandung Fe Institute
[6] Situngkir, H. (2009). “Evolutionary Economics Celebrates Innovation and Creativity-Based Economy”. The Icfai University Journal of Knowledge Management 7(2):7-17
[7] Osborne, M. J. (2004). An Introduction to Game Theory. Oxford UP. pp. 23

0 comments:

Post a Comment

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More