Kita tentu pernah merasakan panasnya aspal atau pelataran beton ketika memijakkan kaki telanjang pada saat matahari terik, dan tahu bahwa panas berasal dari pancaran matahari. Tetapi mungkin belum tahu, apakah dapat memanfaatkan panas tersebut untuk menyediakan energi? Pasti akan berguna, bukankah tenaga sang surya itu gratis kita terima?
Garam
Kendala yang dihadapi, panas tidaklah jauh merasuki aspal atau beton. Beberapa sentimeter di bawah permukaan tidak terasa menyengat lagi. Kalau begitu bagaimana bisa menyediakan dan membagikan energi itu keluar? Orangpun menengok air, yang tampaknya lumayan baik menampung energi matahari, terbukti dari hangatnya air kolam di pekarangan.
Tetapi ada masalah. Air yang panas akan memuai, menjadi lebih renggang dibandingkan yang dingin. Karena merenggang, berat jenisnya turun, sehingga air yang terpanggang matahari akan mengapung, berada di atas air yang lebih dingin. Dan energi panas itupun disia-siakan, karena permukaan air berhadapan dengan udara yang relatif sejuk. Panaspun dengan mudah diserahkan kepada udara, apalagi jika ada angin bertiup.
Sebagai hasilnya, air di dekat dasar kolam tidak kunjung menjadi panas. Pancaran surya hanya sempat dipetik oleh bagian atas, sudah itu dibuang ke udara.
Tetapi ilmuwan tidak kekurangan akal. Ke dalam air kolam ditambahkan garam. Telah diketahui bahwa air yang panas lebih mampu melarutkan garam ketimbang air yang dingin. Mirip dengan gula yang ditambahkan ke dalam air teh. Gula cepat larut jika tehnya panas, sedangkan jika tehnya dingin, tumpukan gula tampak awet di dasar gelas.
Jadi garam mudah larut dalam air kolam yang panas. Karena air panas ini sekarang mengandung garam, berat jenisnya naik sehingga tidak lagi ringan, malahan akan turun ke bawah. Sebaliknya air yang dingin akan sedikit saja mengandung garam, menjadi ringan dan mengisi tempat di atas. Dengan demikian panas dari air tidak diobral ke udara, karena bagian yang panas sekarang terjebak dekat dasar kolam. Terbentuklah situasi yang berbeda dari sehari-hari, sekarang air dingin di atas dan air panas di bawah.
Supaya penangkapan energinya tinggi, dasar kolam dilapis bahan yang menyerap pancaran matahari. Sebagai hasilnya, air di bawah dapat mencapai suhu beberapa puluh derajat Celsius! Ini dia penyedia energi yang relatif mudah dan murah, disebut kolam surya (solar pond).
Generator
Namun proses pemanfaatan tenaga surya belum tuntas. Panas perlu diubah ke dalam listrik. Contohnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), air digodok oleh api batu bara atau BBM sehingga menjadi uap sangat panas. Uap yang suhu (dan tekanannya) tinggi itu dibiarkan memutar turbin yang dihubungkan dengan generator. Listrikpun dihasilkan.
Buat ukuran PLTU, suhu kolam surya tentu sangat rendah. Namun peneliti sudah menemukan fluida kerja yang cocok, yaitu cairan yang sudah menguap pada suhu di sekitar 60 derajat Celsius. Dengan demikian uap cairan bisa dihasilkan oleh kolam surya, untuk kemudian memutar turbin.
Memang dengan suhu rendah, daya listriknya tidak tinggi. Kolam surya di Israel misalnya, mempunyai luas 7000 meter persegi, air dekat dasar mencapai 90 derajat Celsius dan daya listrik yang dihasilkan 150 kW. Tapi yang menarik adalah kesederhanaannya, relatif ekonomis, sehingga cocok untuk wilayah-wilayah dengan fasilitas terbatas tapi kaya akan pancaran matahari.
Sumber: netsains.com
Garam
Kendala yang dihadapi, panas tidaklah jauh merasuki aspal atau beton. Beberapa sentimeter di bawah permukaan tidak terasa menyengat lagi. Kalau begitu bagaimana bisa menyediakan dan membagikan energi itu keluar? Orangpun menengok air, yang tampaknya lumayan baik menampung energi matahari, terbukti dari hangatnya air kolam di pekarangan.
Tetapi ada masalah. Air yang panas akan memuai, menjadi lebih renggang dibandingkan yang dingin. Karena merenggang, berat jenisnya turun, sehingga air yang terpanggang matahari akan mengapung, berada di atas air yang lebih dingin. Dan energi panas itupun disia-siakan, karena permukaan air berhadapan dengan udara yang relatif sejuk. Panaspun dengan mudah diserahkan kepada udara, apalagi jika ada angin bertiup.
Sebagai hasilnya, air di dekat dasar kolam tidak kunjung menjadi panas. Pancaran surya hanya sempat dipetik oleh bagian atas, sudah itu dibuang ke udara.
Tetapi ilmuwan tidak kekurangan akal. Ke dalam air kolam ditambahkan garam. Telah diketahui bahwa air yang panas lebih mampu melarutkan garam ketimbang air yang dingin. Mirip dengan gula yang ditambahkan ke dalam air teh. Gula cepat larut jika tehnya panas, sedangkan jika tehnya dingin, tumpukan gula tampak awet di dasar gelas.
Jadi garam mudah larut dalam air kolam yang panas. Karena air panas ini sekarang mengandung garam, berat jenisnya naik sehingga tidak lagi ringan, malahan akan turun ke bawah. Sebaliknya air yang dingin akan sedikit saja mengandung garam, menjadi ringan dan mengisi tempat di atas. Dengan demikian panas dari air tidak diobral ke udara, karena bagian yang panas sekarang terjebak dekat dasar kolam. Terbentuklah situasi yang berbeda dari sehari-hari, sekarang air dingin di atas dan air panas di bawah.
Supaya penangkapan energinya tinggi, dasar kolam dilapis bahan yang menyerap pancaran matahari. Sebagai hasilnya, air di bawah dapat mencapai suhu beberapa puluh derajat Celsius! Ini dia penyedia energi yang relatif mudah dan murah, disebut kolam surya (solar pond).
Generator
Namun proses pemanfaatan tenaga surya belum tuntas. Panas perlu diubah ke dalam listrik. Contohnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), air digodok oleh api batu bara atau BBM sehingga menjadi uap sangat panas. Uap yang suhu (dan tekanannya) tinggi itu dibiarkan memutar turbin yang dihubungkan dengan generator. Listrikpun dihasilkan.
Buat ukuran PLTU, suhu kolam surya tentu sangat rendah. Namun peneliti sudah menemukan fluida kerja yang cocok, yaitu cairan yang sudah menguap pada suhu di sekitar 60 derajat Celsius. Dengan demikian uap cairan bisa dihasilkan oleh kolam surya, untuk kemudian memutar turbin.
Memang dengan suhu rendah, daya listriknya tidak tinggi. Kolam surya di Israel misalnya, mempunyai luas 7000 meter persegi, air dekat dasar mencapai 90 derajat Celsius dan daya listrik yang dihasilkan 150 kW. Tapi yang menarik adalah kesederhanaannya, relatif ekonomis, sehingga cocok untuk wilayah-wilayah dengan fasilitas terbatas tapi kaya akan pancaran matahari.
Sumber: netsains.com
0 comments:
Post a Comment