Wabah ulat bulu yang merebak di beberapa daerah di Indonesia seperti Probolinggo, Banyuwangi, Surabaya, Tegal, Semarang, bahkan sudah mencapai daerah Bekasi tentunya sangat mengkhawatirkan masyarakat. Hal ini justru semakin diperparah oleh berbagai pemberitaan di media cetak maupun media elektronik yang seolah-olah menakut-nakuti warga masyarakat. Padahal sebenarnya kasus outbreak ulat bulu tidak perlu ditanggapi dengan terlalu histeris. Fenomena serangan ulat bulu adalah sebuah fenomena alam yang wajar dan biasa terjadi. Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah mengapa fenomena tersebut wajar?
Jawabannya sederhana, sebagaimana yang kita ketahui bahwa ulat bulu merupakan tahap metamorfosis dari kupu-kupu malam atau yang lebih dikenal dengan istilah ngengat. Apabila proses metamorfosis ini berjalan lancar maka tentunya tidak akan terjadi ledakan ulat bulu dalam jumlah besar. Anomali yang selanjutnya diperdebatkan oleh para ahli adalah faktor perubahan iklim. Kondisi iklim yang tidak menentu, ancaman global warming seolah telah menjadi isu utama penyebab serangan ulat bulu ini. Perubahan iklim itulah yang diwacanakan oleh para ahli dapat merubah siklus metamorfosis dari kupu-kupu malam atau ngengat ini. Berdasarkan taksonomi, ternyata diketahui bahwa ulat bulu yang menyerang beberapa daerah di Indonesia berasal dari genus Lymantridae.
Berbagai strategi untuk mengendalikan serangan ulat bulu telah dikemukakan oleh berbagai peneliti diantaranya adalah dengan menjebak ulat-ulat bulu tersebut dengan menggunakan senyawa feromon yang disukai oleh ulat bulu, lalu kemudian ulat-ulat bulu tersebut dimusnahkan. Ada pula yang mengemukakan konsep tentang natural enemy (musuh alami) yaitu membiakkan predator (pemangsa) yang secara umum memangsa ulat-ulat bulu tersebut, guna menjaga keseimbangan alam. Konsep natural enemy sesungguhnya adalah konsep terbaik untuk menangani kasus ini yaitu dengan melawan serangan alam dengan kekuatan yang bersumber dari alam. Akan tetapi ternyata jumlah predator alami (natural enemy) yang terdapat di alam saat ini jumlahnya jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan ulat bulu.
Jika ditelusuri lebih lanjut kita tentu perlu mengkalkulasi berapa investasi biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis feromon dan membiakkan kembali predator alami pemangsa ulat bulu yang hampir punah karena jumlahnya cukup sedikit di alam. Saat ini masyarakat Indonesia perlu solusi yang lebih cepat, singkat dan tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Cara untuk mengatasi ulat bulu yang cukup jitu justru ditemukan oleh seorang petani di kawasan Bogor. Petani ini membuat bioinsektisida alami untuk membunuh ulat bulu dengan mencampurkan 100 ml minyak wangi, 500 gram tepung kanji dan 20 liter air. Cara ini cukup sederhana bukan? Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh petani tersebut serta warga setempat dengan menyemprotkan cairan yang telah diberi minyak wangi dan tepung kanji pada pohon mangga maupun tanaman lain yang diserang oleh ulat bulu. Diketahui bahwa ulat bulu tersebut akan mati setelah 15-30 menit disemprot dengan cairan tersebut. Pemanfaatan cairan ini untuk mengatasi outbreak ulat bulu apabila dihitung dari investasi waktu dan biaya juga cukup cepat, mudah dan murah dilakukan. Biaya yang dibutuhkan tidak lebih dari 20 ribu rupiah dan cairan pembasmi ini diperkirakan mampu digunakan untuk membasmi ulat bulu di wilayah pertanian maupun perkebunan dengan radius 20 hektar. (Catatan: dengan asumsi 1 liter cairan untuk setiap hektarnya).
Tentunya anda semua bertanya-tanya apakah yang terjadi pada ulat bulu sehingga dapat mati "hanya" dengan disemprot cairan yang telah diberi tepung kanji dan minyak wangi tersebut? Jawabannya sangat sederhana, perlu anda ketahui pula bahwa dalam bahan wewangian juga terkandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik bagi beberapa jenis serangga. Senyawa-senyawa itu diantaranya aseton, etanol, etil asetat, fenol, ester, benzaldehide, karbitol, benzil alkohol, kamper, metilen klorida, 3-butane-2-one, siklopentana-2-benzopiran, Hidrosinamaldehid. Senyawa-senyawa tersebutlah yang disinyalir mampu mematikan populasi ulat bulu dengan merusak sistem pencernaan dan sistem saraf.Tenang saja para pembaca dalam kadar (konsentrasi yang kecil) senyawa-senyawa tersebut tidak bersifat toksik dan relatif aman apabila terhirup oleh manusia, akan tetapi yang sangat tidak dianjurkan adalah meminumnya.
Sementara itu pemanfaatan tepung kanji dalam pembuatan cairan ini diperuntukkan untuk menarik ulat bulu. Hal ini disebabkan tepung kanji mengandung senyawa pati (amilosa dan amilopektin) yang sangat disukai oleh ulat bulu sebagai sumber makanan utama yang penting bagi pertumbuhan ulat bulu tersebut.
Bagaimana pembaca cukup mudah bukan mengatasi ulat bulu? Cara ini juga dapat anda praktekkan langsung jika tertarik. Cairan pembasmi ulat bulu ini tentunya lebih aman bagi lingkungan apabila dibandingkan dengan pestisida yang dijual di pasaran. Jadi selamat mencoba.
Sumber: netsains.com
0 comments:
Post a Comment