Dietisien
adalah seorang profesional tenaga kesehatan yang fokus dalam bidang
makanan dan gizi dalam mengupayakan peningkatan mutu kesehatan
seseorang. Perannya sangat krusial dalam preparasi dan pelayanan
makanan, modifikasi diet, partisipasi dalam penelitian, dan menyuluh
individu atau kelompok tertentu dalam membentuk kebiasaan hidup sehat.
Sekarang sudah mulai muncul seorang dietisien profesional yang
menyediakan pelayanan spesialis, seperti pada penyakit diabetes,
obesitas, penyakit ginjal, osteoporosis, dsb.
RD (Registered Dietitian) adalah profesi dalam bidang kesehatan yang dapat memberikan saran tentang
gizi, makanan dan pilihan makanan yang sehat untuk agar terlihat lebih
baik. Persyaratan untuk menempuh jenjang pendidikan RD merupakan
mahasiswa lulusan S1 Ilmu Gizi. Akan tetapi di Indonesia regulasi dan
kompetensi mengenai RD masih belum jelas adanya. Kesimpang siuran ranah
dan kompetensi antara lulusan D3 Gizi, S1 Gizi, dan RD masih terjadi di
Indonesia. Sehingga jenjang pendidikan RD dapat dikatakan mati suri.
Berdasarkan
opini mahasiswa program studi gizi di Indonesia, gelar RD ternyata
memang banyak diminati dan dibutuhkan. Minat mereka terbuktikan dalam
antusiasme dukungan setelah adanya wacana bahwa gelar RD akan dibuka di
empat perguruan tinggi di Indonesia, mengikuti UGM (Universitas Gadjah
Mada), sebagaimana hasil workshop AIPGI beberapa pekan lalu. Perguruan
tinggi tersebut adalah UB (Universitas Brawijaya), UNDIP (Universitas
Diponegoro), IPB (Institut Pertanian Bogor), dan UNHAS (Universitas
Hasanuddin).
Keberadaan
RD dianggap sangat penting sebagai bukti profesionalisme ahli gizi/
dietisien dan calon keduanya. Gelar sarjana saja tidak cukup menjamin
eksistensi ahli gizi/dietisien bagi mahasiswa S1 gizi yang telah lulus.
Hal ini dikarenakan mereka membutuhkan tidak sedikit prestasi untuk
dapat diakui saat bekerja di instansi tertentu. Tidaklah cukup
mendapatkan teori di kelas, praktek lapangan, dan atau magang singkat,
tetapi perlu dijalankan suatu pembelajaran yang menguji kompetensi kita
dalam level profesi sebagaimana dijalankan pada jurusan Pendidikan
dokter atau Ilmu Keperawatan. Dengan adanya RD, diharapkan masyarakat
dan seluruh tenaga kesehatan lainnya mengakui dan mengenal kompetensi
seorang ahli gizi/dietisien profesional.
RD juga
mampu memperjelas kompetensi ahli gizi / calon ahli gizi di dunia
kesehatan. Awalnya memang hanya ada jurusan gizi tingkat Diploma III dan
Diploma IV, namun saat ini sudah ada pengembangan ke tingkat S1 dan
mulai bermunculan tenaga kesehatan spesialis gizi klinik/medis. Batas
ruang lingkup kerja ketiganya masih belum jelas, dimana satu lulusan
bisa mengerjakan kompetensi dari banyak ranah. Padahal di luar negeri,
seorang ahli gizi sudah memiliki kewenangan atas ruang lingkupnya
sendiri, yaitu gizi klinik/dietetik. Maka, sangat diperlukan bagi
seorang dietisien atau ahli gizi untuk diakui kejelasan profesinya dan
RD inilah salah satu cara untuk membuat batas-batas tersebut menjadi
jelas.
Hampir
di banyak negara, hanya beberapa orang yang mempunyai syarat profesi
dan surat pendidikan tertentu yang dianggap sebagai dietisien. Sedangkan
nutrisionis adalah panggilan pada ahli gizi secara umum, dan perannya
memang sangat berbeda dengan seorang dietisien, sehingga tidak dapat
disamaratakan. Jadi gelar RD cukup berpengaruh dalam membedakan
dietisien dengan nutrisionis, dimana RD memang spesifik di ranah gizi
klinik.
RD juga memiliki peranan signifikan untuk menaikkan citra bangsa Indonesia dan kesadaran masyarakat dalam bidang kesehatan.
Hal ini dikarenakan RD sudah banyak dan memang sudah eksis di
negara-negara maju. Masyarakat yang mengenal RD bisa lebih percaya dan
kesadaran akan kesehatan akan meningkat. Masyarakat dapat berkonsultasi
ke RD (yang dapat membuka praktek mandiri). Dengan demikian, masyarakat
mampu mengubah pola pikir serta gaya hidup mereka ke arah yang lebih
sehat. Perlahan-lahan, derajat kesehatan masyarakat akan meningkat. Dengan
RD, masyarakat akan sehat secara mandiri. Anggaran kesehatan pemerintah
pun dapat dipakai untuk lebih fokus ke penanganan gizi buruk.
Oleh
karena itu, perlu adanya perwujudan profesi RD di universitas yang
memiliki program studi gizi, khususnya gizi klinis. Selain itu, perlu
adanya sosialisasi pengenalan tentang RD ke masyarakat agar mereka tahu
peran spesifik RD dalam mempromosikan kesehatan. dengan demikian,
masyarakat dapat lebih mengenal seorang RD dan paradigma masyarakat
terhadap kesehatan mandiri dapat tercapai.
Sumber:
1. 1. Hasil diskusi ILMAGI dengan AIPGI, Februari 2011
2. 2. Dengar pendapat mahasiswa gizi, 2011
3. 3. Pengurus harian nasional (PHN) ILMAGI 2010-2011From: http://busaskisgz.blogspot.com/2011/10/apa-kata-mahasiswa-gizi-tentang-rd.html
1 comments:
Nice post gan...
Post a Comment