Beberapa jam terakhir, saya dihubungi beberapa orang terkait seleksi
beasiswa Australian Leadership Awards (ALA). Rupanya pengumuman seleksi
tahap pertama sudah keluar dan beberapa orang telah dinyatakan lolos ke
tahap wawancara. Sebenarnya saya sudah pernah menulis tips wawancara ALA
diblog ini tetapi rupanya masih ada yang kurang. Saya akan tambahkan di posting kali ini, mudah-mudahan bermanfaat.
Sebelum lanjut, Anda mungkin bertanya-tanya, apa kualifikasi saya sehingga berani menuliskan tips wawancara ini. Jawaban saya sederhana, saya tidak memiliki kualifikasi resmi. Yang saya tuliskan adalah pengalaman pribadi ketika diwawancarai tiga tahun lalu ditambah hasil bacaan dan ngobrol dengan teman.
Seleksi ALA sangatlah kompetitif. Hanya kandidat luar biasa yang dipanggil untuk wawancara. Oleh karena itu, bersenang hati dan bersyukurlah karena panggilan wawancara itu adalah bentuk lain dari sebuah pengakuan. Kalau ada pengakuan yang patut membuat seseorang senang, maka pengakuan dari ALA adalah salah satunya. Anda telah menyisihkan ratusan atau mungkin ribuan orang hebat lainnya untuk bisa diwawancarai.
Hal pertama yang harus Anda ingat adalah bahwa mewawancara ini sama sekali bukan untuk menghakimi atau menguji Anda, apalagi mencari-cari kelemahan Anda. Sama sekali tidak. Mereka sudah tahu kemampuan dan potensi Anda, makanya Anda dipanggil wawancara. Yang ingin mereka lakukan hanyalah berbicara dalam suasana yang lebih akrab, dari hati ke hati untuk mengkonfirmasi bahwa dugaan mereka terhadap Anda tidaklah salah. Itu saja. Artinya, Anda tidak perlu menjadi orang lain, jadilah diri sendiri, seperti apa yang pernah Anda tulis di berkas lamaran terdahulu. Meski demikian, persiapan tetaplah diperlukan. Saya termasuk orang yang tidak bisa tampil tanpa persiapan, terutama ketika berbicara dengan orang lain dalam suasana yang resmi. Ketika akan presentasi saya selalu persiapan dan bahkan latihan. Ketika akan berdiskusi dengan supervisor, saya mencoba menghafalkan satu atau dua kalimat penting. Ketika akan bertemu pejabat, saya menyiapkan ‘talking points’. Setiap kali mau presentasi di forum internasional, saya belum berhenti berlatih sampai saya bisa melakukan presentasi dalam waktu yang ditetapkan. Saya berlatih dengan stop watch. Bagi saya, bersiap-siap tidak ada salahnya, dan selalu lebih bagus dibandingkan tidak bersiap-siap. Pernah melakukan presentasi di berbagai benua tentu akan membuat seseorang lebih tenang dalam melakukan presentasi tetapi bukan berarti sudah tidak memerlukan persiapan lagi. Wawancara juga demikian.
Saat wawancara ALA tiga tahun lalu, saya menyempatkan diri mengunjungi hotel tempat wawancara sehari sebelumnya. Saya mengukur waktu tempuh dengan taksi dari tempat saya menginap. Saya harus pastikan, saya tahu persis tempatnya, tidak hanya sekedar mengira-ngira. Sehari sebelumnya saya juga cek kembali kemeja, celana kain, sepatu dan kaos kaki, dasi dan semua perangkat pakaian. Yang terutama, saya siapkan kembali berkas-berkas yg akan dibawa. Semua salinan berkas lamaran saya siapkan, termasuk publikasi (paper, buku) yang akan dijadikan bukti saat bercerita tentang kiprah akademik saya.
Saya sempatkan mengingat-ingat kembali apa yang saya tuliskan di berkas lamaran terdahulu. Semuanya mudah karena apa yg saya tulis adalah kebenaran. Saya tidak perlu merekayasa apapun sehingga tidak perlu menghafalkan apapun. Jika ditanya soal kiprah, semuanya ada dalam ingatan saya. Meskipun persiapan harus matang, sekali lagi harus diingat bahwa Anda akan melakukan obrolan santai dengan dua atau tiga orang yang pada dasarnya sudah mengakui kehebatan Anda. Tidak ada yang perlu dirisaukan. Anda akan menghadapi tiga orang yang santun, professional dan sangat menghargai orang lain. Anda adalah kolega sejajar, bukan pesakitan yang akan diinterogasi.
Coba bayangkan, Ada akan bertemu dengan seseorang yang ingin meminta bantuan Anda untuk mengerjakan sesuatu. Orang tersebut menjanjikan imbalan yang sangat menarik jika Anda berhasil menyelesaikan pekerjaan itu. Orang ini sudah mendengar kepiawaian Anda sehingga menaruh rasa hormat sejak awal. Dalam situasi demikian, saya bayangkan Anda akan berada di atas angin karena Anda akan bisa menjawab segala hal yang ingin diketahui orang itu. Tentu tidak ada hal yg tidak Anda ketahui tentang diri sendiri kan? Anda bisa menjelaskan dengan mudah pekerjaan serupa yang sudah berhasil ditangangi, Anda juga bisa sedikit menambah ‘bunga-bunga’ karena pada dasarnya orang yang Anda hadapi bukanlah ahli di bidang yang Anda bicarakan, meskipun memiliki pemahaman yang cukup. Orang pintar menyebut kelompok orang seperti ini sebagai ‘non-expert but intelligent audience’. Singkat kata, anda tampil percaya diri. Sementara itu, Anda pun tetap sopan kepada orang itu dan berusaha tampil prima karena Anda tetap mengharapkan akan mendapatkan pekerjaan itu. Begitulah kurang lebih situasinya ketika Anda wawancara beasiswa ALA.
Saat masuk ruangan, tersenyumlah yang wajar sambil mengangguk sopan. Jika memungkinkankan, dekati pewawancara dan bersalaman sambil menatap matanya lekat saat mengucapkan salam “Hi, I am Andi, how are you doing?” Bayangkanlah Anda bertemu dengan calon kolega atau partner bisnis. Anda ingin tampil percaya diri, santun, dan hangat. Jangan lupa ucapkan “nice to meet you” atau “welcome to Indonesia” jika Anda tahu mereka tidak tinggal di Jakarta. Pengalaman saya tiga tahun lalu sangat positif. Pewawancaranya ramah dan hangat. Saya merasa tidak canggung menambahkan sedikit kelakar “it might be a bit too hot for you in Jakarta. You have just passed winter in Australia, right?!”. Intinya, ini adalah pertemuan orang-orang berkedudukan setara, saling menghormati dan menghargai. Di ruangan itu, tidak ada pemberi sedekah dan penerima berkah. Kedua belah pihak setara.
Saat dipersilakan duduk, duduklah dengan rileks tanpa menjadi sembrono. Tegakkan posisi badan, sebaiknya tidak bersandar jika sandaran kursinya miring. Namun jika sandaran kursinya tegak, silakan sedikit bersandar agar tidak terlihat tegang. Ucapkan terima kasih sambil tetap menebar senyum wajar. Secara bergantian tatap ketiga pewawancara Anda. Umumnya mereka akan memulai dengan mengucapkan terima kasih dan menjelaskan maksud dan proses wawancara tersebut. Sampaikan terima kasih atau sekedar mengangguk dengan mantap. Saya pribadi biasanya menempatkan kedua tangan di atas pangkuan, bukan di atas meja, dengan jari-jari terjalin satu sama lain.
Saya ingatkan kembali, Anda sedang ngobrol hal penting dengan kolega Anda. Anda tidak sedang diuji. Kondisikan bahwa Anda adalah seorang yang ahli sesuatu, dan kolega Anda ini juga ahli sesuatu yg tidak persis sama dengan keahlian Anda. Kenyataannya memang demikian. Pewawancara ini biasanya adalah profesional AusAID dan atau diplomat kedutaan Australia untuk Indonesia di Jakarta. Tentu saja sangat mungkin mereka tidak tahu persis bidang yang akan Anda pelajari. Meski demikian, mereka tentulah orang yang cerdas dan intelek. Bukankah sangat menyenangkan berbicara dengan orang yang pintar dan baik hati dengan keahlian yang bebeda dengan Anda? Dengan kemampuan yang dimiliki, Anda bisa memberikan sesuatu dalam percakapan dan sekaligus bisa mendapatkan banyak hal dari lawan bicara. Singkatnya, Anda bisa saling mengisi dengan pewawancara. Demikianlah suasana wawancara beasiswa ALA. Tidak ada yang perlu dirisaukan.
Detil pertanyaan yang muncul saat wawancara ALA sudah pernah saya tuliskan di blog ini.Silakan lihat lagi untuk mengingatkan.
Saat ditanya sesuatu, jawablah dengan tepat dan kembangkan sedikit jika Anda mengetahui aspek lain yang terkait. Pengembangan ini bisa membawa pewawancara mengikuti interestAnda sehingga selanjutnya jadi lebih mudah. Bagaimana jika ada pertanyaan yang benar-benar tidak Anda ketahui jawabannya? Jangan panik, kejujuran adalah yang utama. Katakan saja Anda tidak tahu. Anda misalnya bisa mengatakan ”I am sure this is a really relevant question. Unfortunately, I have no idea about it. I might have missed that, to be honest. However, I will be grateful if you kindly give me some clues.” Setelah diberi sedikit petunjuk, Anda mungkin punya gambaran lebih jelas. Jika tetap kabur, Anda katakan saja terus terang. “I am really sorry, but it does not ring a bell to me.” Jika Anda kreatif, Anda pasti bisa sedikitngeles, misalnya. “Honestly, I don’t know about that one but I have some knowledge about other related aspect which I can explain, if you don’t mind.” Tunggu reaksinya. Kemungkinan Anda akan dipersilahkan jika menunjukkan kesungguhan dan wajah yang meyakinkan.
Jika Anda memang dipanggil wawancara dan semua berkas lamaran Anda siapkan sendiri dengan sungguh-sungguh, Anda tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam wawancara. Jikapun ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan baik, jumlahnya pasti sangat minimal. Yang jelas, Anda tidak akan mengatakan “I am sorry, I don’t know that” pada pertanyaan pertama. Jika tragedi ini terjadi, saya sarankan untuk mengingat lagi seberapa banyak bantuan yang Anda terima ketika mengisi formulir.
Dalam menjawab pertanyaan, akan sangat bagus jika Anda berhasil menunjukkan kesan bahwa Anda paham betul persoalan itu. Misalnya, Anda bisa mengutip angka statistik yang kebetulan Anda ketahui, atau menyebut nama orang atau negara atau kota secara spesifik ketika menjelaskan. Tentu lebih baik lagi jika Anda bisa menunjukkan hasil studi Anda yang terkait pertanyaan atau studi dosen Anda atau jurnal yang pernah dibaca terkait topik yang dibicarakan. ”An article by Schofield published ini Journal X offers a good insight concerning the issue” atau Anda bisa mengatakan ”my observation on traditional traders in Malang revealed that…” atau ”Coincidently, I have published an article concerning this issue” Anda tidak harus tahu sangat detil semua hal, tetapi menyisipkan satu atau dua informasi detil akan membawa kesan yang positif. Jangankan dalam wawancara, dalam obrolan atau komunikasi biasa saja, seseorang akan terkesan jika Anda bisa mengutip informasi kecil dengan rinci/detil. Beberapa waktu lalu, ada seseorang yang mengirimkan email pada saya. Orang ini mengutip kalimat yang pernah saya tulis di blog sekitar 3 tahun lalu, untuk mengingatkan saya pada satu hal. Saya sangat terkesan dengan email tersebut.
Jika saya bicara soal materi wawancara, saya bisa saja tidak berhenti menulis karena sangat banyak kemungkinannya. Satu hal yang pasti, wawancara ini bukanlah ujian benar dan salah. Yang mewawancarai Anda bukan penjahat, mereka adalah kolega yang menaruh hormat pada Anda dan menganggap Anda setara. Anda pun semestinya memperlakukan mereka demikian. Orang yang percaya diri akan tampil sopan dan penuh rasa hormat tanpa menjadi mengemis dan menghamba. Selamat berjuang, Kawan!
From netsains.com
Sebelum lanjut, Anda mungkin bertanya-tanya, apa kualifikasi saya sehingga berani menuliskan tips wawancara ini. Jawaban saya sederhana, saya tidak memiliki kualifikasi resmi. Yang saya tuliskan adalah pengalaman pribadi ketika diwawancarai tiga tahun lalu ditambah hasil bacaan dan ngobrol dengan teman.
Seleksi ALA sangatlah kompetitif. Hanya kandidat luar biasa yang dipanggil untuk wawancara. Oleh karena itu, bersenang hati dan bersyukurlah karena panggilan wawancara itu adalah bentuk lain dari sebuah pengakuan. Kalau ada pengakuan yang patut membuat seseorang senang, maka pengakuan dari ALA adalah salah satunya. Anda telah menyisihkan ratusan atau mungkin ribuan orang hebat lainnya untuk bisa diwawancarai.
Hal pertama yang harus Anda ingat adalah bahwa mewawancara ini sama sekali bukan untuk menghakimi atau menguji Anda, apalagi mencari-cari kelemahan Anda. Sama sekali tidak. Mereka sudah tahu kemampuan dan potensi Anda, makanya Anda dipanggil wawancara. Yang ingin mereka lakukan hanyalah berbicara dalam suasana yang lebih akrab, dari hati ke hati untuk mengkonfirmasi bahwa dugaan mereka terhadap Anda tidaklah salah. Itu saja. Artinya, Anda tidak perlu menjadi orang lain, jadilah diri sendiri, seperti apa yang pernah Anda tulis di berkas lamaran terdahulu. Meski demikian, persiapan tetaplah diperlukan. Saya termasuk orang yang tidak bisa tampil tanpa persiapan, terutama ketika berbicara dengan orang lain dalam suasana yang resmi. Ketika akan presentasi saya selalu persiapan dan bahkan latihan. Ketika akan berdiskusi dengan supervisor, saya mencoba menghafalkan satu atau dua kalimat penting. Ketika akan bertemu pejabat, saya menyiapkan ‘talking points’. Setiap kali mau presentasi di forum internasional, saya belum berhenti berlatih sampai saya bisa melakukan presentasi dalam waktu yang ditetapkan. Saya berlatih dengan stop watch. Bagi saya, bersiap-siap tidak ada salahnya, dan selalu lebih bagus dibandingkan tidak bersiap-siap. Pernah melakukan presentasi di berbagai benua tentu akan membuat seseorang lebih tenang dalam melakukan presentasi tetapi bukan berarti sudah tidak memerlukan persiapan lagi. Wawancara juga demikian.
Saat wawancara ALA tiga tahun lalu, saya menyempatkan diri mengunjungi hotel tempat wawancara sehari sebelumnya. Saya mengukur waktu tempuh dengan taksi dari tempat saya menginap. Saya harus pastikan, saya tahu persis tempatnya, tidak hanya sekedar mengira-ngira. Sehari sebelumnya saya juga cek kembali kemeja, celana kain, sepatu dan kaos kaki, dasi dan semua perangkat pakaian. Yang terutama, saya siapkan kembali berkas-berkas yg akan dibawa. Semua salinan berkas lamaran saya siapkan, termasuk publikasi (paper, buku) yang akan dijadikan bukti saat bercerita tentang kiprah akademik saya.
Saya sempatkan mengingat-ingat kembali apa yang saya tuliskan di berkas lamaran terdahulu. Semuanya mudah karena apa yg saya tulis adalah kebenaran. Saya tidak perlu merekayasa apapun sehingga tidak perlu menghafalkan apapun. Jika ditanya soal kiprah, semuanya ada dalam ingatan saya. Meskipun persiapan harus matang, sekali lagi harus diingat bahwa Anda akan melakukan obrolan santai dengan dua atau tiga orang yang pada dasarnya sudah mengakui kehebatan Anda. Tidak ada yang perlu dirisaukan. Anda akan menghadapi tiga orang yang santun, professional dan sangat menghargai orang lain. Anda adalah kolega sejajar, bukan pesakitan yang akan diinterogasi.
Coba bayangkan, Ada akan bertemu dengan seseorang yang ingin meminta bantuan Anda untuk mengerjakan sesuatu. Orang tersebut menjanjikan imbalan yang sangat menarik jika Anda berhasil menyelesaikan pekerjaan itu. Orang ini sudah mendengar kepiawaian Anda sehingga menaruh rasa hormat sejak awal. Dalam situasi demikian, saya bayangkan Anda akan berada di atas angin karena Anda akan bisa menjawab segala hal yang ingin diketahui orang itu. Tentu tidak ada hal yg tidak Anda ketahui tentang diri sendiri kan? Anda bisa menjelaskan dengan mudah pekerjaan serupa yang sudah berhasil ditangangi, Anda juga bisa sedikit menambah ‘bunga-bunga’ karena pada dasarnya orang yang Anda hadapi bukanlah ahli di bidang yang Anda bicarakan, meskipun memiliki pemahaman yang cukup. Orang pintar menyebut kelompok orang seperti ini sebagai ‘non-expert but intelligent audience’. Singkat kata, anda tampil percaya diri. Sementara itu, Anda pun tetap sopan kepada orang itu dan berusaha tampil prima karena Anda tetap mengharapkan akan mendapatkan pekerjaan itu. Begitulah kurang lebih situasinya ketika Anda wawancara beasiswa ALA.
Saat masuk ruangan, tersenyumlah yang wajar sambil mengangguk sopan. Jika memungkinkankan, dekati pewawancara dan bersalaman sambil menatap matanya lekat saat mengucapkan salam “Hi, I am Andi, how are you doing?” Bayangkanlah Anda bertemu dengan calon kolega atau partner bisnis. Anda ingin tampil percaya diri, santun, dan hangat. Jangan lupa ucapkan “nice to meet you” atau “welcome to Indonesia” jika Anda tahu mereka tidak tinggal di Jakarta. Pengalaman saya tiga tahun lalu sangat positif. Pewawancaranya ramah dan hangat. Saya merasa tidak canggung menambahkan sedikit kelakar “it might be a bit too hot for you in Jakarta. You have just passed winter in Australia, right?!”. Intinya, ini adalah pertemuan orang-orang berkedudukan setara, saling menghormati dan menghargai. Di ruangan itu, tidak ada pemberi sedekah dan penerima berkah. Kedua belah pihak setara.
Saat dipersilakan duduk, duduklah dengan rileks tanpa menjadi sembrono. Tegakkan posisi badan, sebaiknya tidak bersandar jika sandaran kursinya miring. Namun jika sandaran kursinya tegak, silakan sedikit bersandar agar tidak terlihat tegang. Ucapkan terima kasih sambil tetap menebar senyum wajar. Secara bergantian tatap ketiga pewawancara Anda. Umumnya mereka akan memulai dengan mengucapkan terima kasih dan menjelaskan maksud dan proses wawancara tersebut. Sampaikan terima kasih atau sekedar mengangguk dengan mantap. Saya pribadi biasanya menempatkan kedua tangan di atas pangkuan, bukan di atas meja, dengan jari-jari terjalin satu sama lain.
Saya ingatkan kembali, Anda sedang ngobrol hal penting dengan kolega Anda. Anda tidak sedang diuji. Kondisikan bahwa Anda adalah seorang yang ahli sesuatu, dan kolega Anda ini juga ahli sesuatu yg tidak persis sama dengan keahlian Anda. Kenyataannya memang demikian. Pewawancara ini biasanya adalah profesional AusAID dan atau diplomat kedutaan Australia untuk Indonesia di Jakarta. Tentu saja sangat mungkin mereka tidak tahu persis bidang yang akan Anda pelajari. Meski demikian, mereka tentulah orang yang cerdas dan intelek. Bukankah sangat menyenangkan berbicara dengan orang yang pintar dan baik hati dengan keahlian yang bebeda dengan Anda? Dengan kemampuan yang dimiliki, Anda bisa memberikan sesuatu dalam percakapan dan sekaligus bisa mendapatkan banyak hal dari lawan bicara. Singkatnya, Anda bisa saling mengisi dengan pewawancara. Demikianlah suasana wawancara beasiswa ALA. Tidak ada yang perlu dirisaukan.
Detil pertanyaan yang muncul saat wawancara ALA sudah pernah saya tuliskan di blog ini.Silakan lihat lagi untuk mengingatkan.
Saat ditanya sesuatu, jawablah dengan tepat dan kembangkan sedikit jika Anda mengetahui aspek lain yang terkait. Pengembangan ini bisa membawa pewawancara mengikuti interestAnda sehingga selanjutnya jadi lebih mudah. Bagaimana jika ada pertanyaan yang benar-benar tidak Anda ketahui jawabannya? Jangan panik, kejujuran adalah yang utama. Katakan saja Anda tidak tahu. Anda misalnya bisa mengatakan ”I am sure this is a really relevant question. Unfortunately, I have no idea about it. I might have missed that, to be honest. However, I will be grateful if you kindly give me some clues.” Setelah diberi sedikit petunjuk, Anda mungkin punya gambaran lebih jelas. Jika tetap kabur, Anda katakan saja terus terang. “I am really sorry, but it does not ring a bell to me.” Jika Anda kreatif, Anda pasti bisa sedikitngeles, misalnya. “Honestly, I don’t know about that one but I have some knowledge about other related aspect which I can explain, if you don’t mind.” Tunggu reaksinya. Kemungkinan Anda akan dipersilahkan jika menunjukkan kesungguhan dan wajah yang meyakinkan.
Jika Anda memang dipanggil wawancara dan semua berkas lamaran Anda siapkan sendiri dengan sungguh-sungguh, Anda tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam wawancara. Jikapun ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan baik, jumlahnya pasti sangat minimal. Yang jelas, Anda tidak akan mengatakan “I am sorry, I don’t know that” pada pertanyaan pertama. Jika tragedi ini terjadi, saya sarankan untuk mengingat lagi seberapa banyak bantuan yang Anda terima ketika mengisi formulir.
Dalam menjawab pertanyaan, akan sangat bagus jika Anda berhasil menunjukkan kesan bahwa Anda paham betul persoalan itu. Misalnya, Anda bisa mengutip angka statistik yang kebetulan Anda ketahui, atau menyebut nama orang atau negara atau kota secara spesifik ketika menjelaskan. Tentu lebih baik lagi jika Anda bisa menunjukkan hasil studi Anda yang terkait pertanyaan atau studi dosen Anda atau jurnal yang pernah dibaca terkait topik yang dibicarakan. ”An article by Schofield published ini Journal X offers a good insight concerning the issue” atau Anda bisa mengatakan ”my observation on traditional traders in Malang revealed that…” atau ”Coincidently, I have published an article concerning this issue” Anda tidak harus tahu sangat detil semua hal, tetapi menyisipkan satu atau dua informasi detil akan membawa kesan yang positif. Jangankan dalam wawancara, dalam obrolan atau komunikasi biasa saja, seseorang akan terkesan jika Anda bisa mengutip informasi kecil dengan rinci/detil. Beberapa waktu lalu, ada seseorang yang mengirimkan email pada saya. Orang ini mengutip kalimat yang pernah saya tulis di blog sekitar 3 tahun lalu, untuk mengingatkan saya pada satu hal. Saya sangat terkesan dengan email tersebut.
Jika saya bicara soal materi wawancara, saya bisa saja tidak berhenti menulis karena sangat banyak kemungkinannya. Satu hal yang pasti, wawancara ini bukanlah ujian benar dan salah. Yang mewawancarai Anda bukan penjahat, mereka adalah kolega yang menaruh hormat pada Anda dan menganggap Anda setara. Anda pun semestinya memperlakukan mereka demikian. Orang yang percaya diri akan tampil sopan dan penuh rasa hormat tanpa menjadi mengemis dan menghamba. Selamat berjuang, Kawan!
From netsains.com