Monday, June 25, 2012

Mengenal Xylitol Gula Langka yang Menyehatkan


Anda mungkin pernah mendengar nama xylitol pada beberapa produk seperti permen dan pasta gigi. Jenis gula ini dinilai dapat mengatasi masalah kesehatan gigi dan lainnya. Namun apa sebenarnya kelebihan xylitol dibandingkan jenis gula lain yang kita kenal selama ini?
Xylitol sebenarnya bukan merupakan molekul gula monosakarida (gula tunggal) yang memiliki gugus kimia aldehida (seperti pada glukosa) atau keton (seperti pada fruktosa). Gula langka ini merupakan senyawa berkarbon lima dengan lima gugus alkohol/hidroksil (disebut juga pentitol). Xylitol disebut gula langka karena hanya sedikit terdapat pada buah dan sayuran alami dan pembuatannya boleh dikatakan cukup sulit dibanding senyawa pemanis lainnya. Oleh karena itu dari segi harga pun, xylitol merupakan salah satu pemanis termahal dibanding pemanis lainnya.
Tingkat kemanisan xylitol yang setara dengan sukrosa (gula dapur) membuatnya banyak digunakan sebagai pemanis produk makanan dan confectionary. Kelebihannya dibanding sukrosa adalah energinya yang lebih rendah, yaitu hanya 2.4 kalori/gram dibanding dengan sukrosa yang mencapai 4 kalori/gram. Xylitol juga memiliki kelarutan yang sangat baik di dalam air dan menimbulkan sensasi dingin ketika larut di mulut sehingga banyak digunakan pada produk permen mint, permen karet, dan pasta gigi. Namun lebih dari itu semua kelebihannya yang utama adalah efek biologisnya yang menyehatkan.
Xylitol yang memiliki kalori yang rendah sangat bermanfaat sebagai pemanis makanan/minuman bagi penderita diabetes. Gula langka ini juga bermanfaat mencegah karang gigi dan karies. Hal ini dikarenakan keberadaan xylitol akan menekan pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang kebanyakan mengonsumsi glukosa sebagai bahan makanan mereka, sehingga bakteri tersebut tidak dapat berkembang biak dengan baik pada kondisi tinggi xylitol. Manfaat xylitol inilah yang telah digunakan pada dunia kedokteran gigi dan juga pada beberapa produk perawatan dental seperti permen karet anti-karies dan pasta gigi. Selain itu, xylitol juga ditemukan dapat mencegah infeksi telinga pada anak-anak.
Saat ini industri xylitol sangat menjanjikan dan teknologi sintesisnya terus dikembangkan. Gula langka ini memang sulit diperoleh secara alami dan harus disediakan lewat jalan sintesis kimiawi atau biologis. Jalur sintesis kimiawi untuk xylitol antara lain dengan hidrogenasi D-xylosa menggunakan katalis logam. Namun, dikarenakan D-xylosa merupakan prekursor yang cukup mahal, saat ini para ilmuwan tengah mengembangkan teknik sintesis xylitol dari D-glukosa.
Selain sintesis secara kimiawi, metode sintesis lainnya yang paling banyak digunakan adalah dengan metode bioteknologi mikrobiologi. Metode ini menggunakan mikroorganisme yang diberi “makan” berupa gula xylosa sehingga akan menghasilkan xylitol yang kemudian akan dipanen. Mikroorganisme yang cukup potensial untuk menghasilkan xylitol antara lain ragi Saccharomyces cereviseae dan Candida utilis. Kelebihan metode ini ialah hasilnya yang mencapai persentase yang lebih tinggi dibanding sintesis kimiawi yaitu hingga mencapai 95% hasil. Tetapi jelas metode ini membutuhkan fasilitas teknologi yang maju dan relatif mahal.
Di Indonesia sendiri, xylitol masih diimpor dari luar karena ketiadaan teknologi untuk sintesisnya. Sebagai produk yang cukup menjanjikan di masa depan, tentu kita berharap Indonesia dapat berswasembada xylitol lewat kerjasama para ilmuwan, industri, dan pemerintah.

from netsains.net
read more

Bioinformatika dan Revolusi Pertanian


 Indonesia merupakan negara berpenduduk keempat terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Pun Indonesia merupakan negara konsumen beras terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Fakta itu tentu merepresentasikan kebutuhan pangan Indonesia yang sangat besar.
Permasalahan pangan di Indonesia bukanlah suatu hal yang dapat dianggap remeh. Kompleksitas masalahnya dimulai dari kecilnya lahan pertanian, minimnya produktivitas tanaman pangan, birokrasi pertanian yang kurang menguntungkan petani, mahalnya harga komponen pertanian, kegagalan program diversifikasi pangan, dan segudang masalah lainnya. Berkaitan dengan permasalahan produktivitas pangan, mungkin Indonesia patut mencontoh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Jepang. Mereka merupakan negara yang sangat meningkatkan produktivitas tanaman pangannya karena sangat menerapkan ilmu bioteknologi pertanian dan bioinformatika.
Lalu apa kaitan bioinformatika dengan revolusi pertanian? Bioinformatika sebenarnya merupakan ranah ilmu yang tergolong baru dan belum banyak berkembang di Indonesia. Bioinformatika merupakan gabungan antara ilmu biologi dengan informatika, dimana hasil penelitian biologi dibentuk menjadi data digital dan kemudian diolah untuk menghasilkan suatu informasi baru.
Teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu bidang yang sangat membutuhkan riset bioinformatika. Sekuens gen unggul pada suatu organisme agar dapat disisipkan ke organisme lain yang diinginkan dapat ditentukan melalui analisis genomik dari basis data genom organisme tersebut. Analisis genomik merupakan salah satu ranah bioinformatika.
Revolusi pertanian yang mengubah paradigma pertanian konvensional dengan menghasilkan spesies tanaman pangan unggul hasil rekayasa genetika. Salah satu contoh dapat terlihat jelas pada padi, tanaman pangan pokok setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Padi yang rentan hama, pertumbuhannya lambat, dan produktivitasnya dalam menghasilkan beras rendah kini tergantikan oleh padi hasil rekayasa genetika. Padi hasil rekayasa genetika saat ini telah disisipkan gen penghasil antihama yang berasal dari bakteri, gen enzim fotosintesis dari tanaman C4 seperti jagung dan tebu untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas, bahkan disisipkan gen penghasil beta-karoten untuk meningkatkan nutrisi beras.
Terlihat bahwa riset bioinformatika ternyata juga memegang peranan penting dalam permasalahan pangan. Indonesia yang saat ini banyak tertinggal riset dasar dan terapannya harus berbenah diri dengan meningkatkan jumlah dan kompetensi riset demi mengejar ketertinggalan di berbagai sektor dari negara maju, bahkan negara berkembang seperti China dan India

from netsains.net
read more

Terobosan Nanoteknologi di Bidang Medis


 Tes medis yang saat ini banyak digunakan menggunakan metode immunoassayImmunoassay merupakan metode deteksi biomarker (penanda bio) yang berhubungan dengan penyakit tertentu yang mengikuti prinsip sistem imun dalam mengenali senyawa asing. Keberadaan biomarker ditentukan dari sampel biologis seperti darah dan urin. Immunoassay dapat mendeteksi keberadaan biomarker tertentu lewat serangkaian reaksi yang melibatkan protein antibodi dan senyawa kimia yang dapat menghasilkan fluoresensi atau perpendaran cahaya.
Fluoresensi tersebut dapat dideteksi dengan mikroskop ataupun instrumen lainnya. Semakin tinggi intensitas cahaya yang berpendar semakin tinggi pula konsentrasi biomarker, begitupun sebaliknya. Namun apabila konsentrasi biomarker sangat kecil, deteksi immunoassay konvensional belum mampu mendeteksinya. Padahal penentuan ini sangat penting untuk deteksi dini berbagai penyakit seperti kanker, Alzheimer’s, maupun kelainan lainnya. Sehingga peningkatan batas deteksi menjadi penting dalam riset immunoassay lebih lanjut.
Para ilmuwan dari Princeton University telah mengembangkan  suatu deteksiimmunoassay lanjut yang dapat meningkatkan batas deteksi hingga tiga juta kali lipat dibandingkan immunoassay konvensional dengan bantuan nanoteknologi. Teknikimmunoassay terbaru ini menggunakan suatu nanopartikel yang disebut D2PA. Nanopartikel ini terdiri atas lapisan tipis nanostruktur emas (Au) berdiameter 10-15 nanometer yang dilingkupi oleh pilar gelas membentuk partikel berdiameter 60 nanometer. Nanopartikel ini memiliki kemampuan untuk mengumpulkan cahaya yang ditransmisikan oleh antibodi yang mengandung biomarker dan fluoresens yang berpendar pada analisis immunoassay. D2PA terbukti dapat meningkatkan sinyal transmisi perpendaran hingga satu miliar kali. Efek ini disebut sebagai hamburan Raman permukaan.
Secara teknis, para peneliti tersebut dapat mendeteksi keberadaan biomarker pada konsentrasi 300 attomolar (1 attomolar = 10-9 nanomolar) dibandingkan batas deteksibiomarker pada analisis immunoassay konvensional yang hanya 0.9 nanomolar. Dapat dikatakan bahwa batas deteksi immunoassay dengan bantuan nanopartikel meningkat hingga tiga juta kali lipat. Riset ini tentu suatu terobosan yang sangat penting dalam dunia medis dan kedokteran, dimana penyakit-penyakit seperti kanker dapat terdeteksi lebih awal sehingga penanganannya jauh lebih mudah

from netsains.net
read more

Sudahkah Anda Menyapa Orang Hari Ini?


Manusia selalu membutuhkan sesamanya untuk berbagi, saling membantu. Dari sudut pandang evolusi, semua itu dibutuhkan agar manusia bisa bertahan hidup (dalam arti literatur) seperti layaknya bakteri berkembang biak dalam strain atau burung dalam kelompok migrasi.
Namun, manusia bukanlah bakteri, tumbuhan maupun hewan. Sebagai makhluk kompleks dengan kecerdasan melebihi makhluk lain, kita telah berkembang menjadi spesies dominan di muka bumi ini. Dominansi yang membuat hubungan sosial tersebut di atas menjadi lebih kompleks. Kompleksitas disini dapat saya artikan sebagai sifat-sifat manusia seperti timbulnya rasa iri, dengki, cemburu, sakit hati, bahagia, senang dan lain sebagainya dalam menjalin hubungan sosial.
Seorang tetangga dapat membenci tetangganya karena berbeda pola pikir atau karena tetangga lebih mampu dari tetangga lainnya. Seorang nasabah kecewa dengan pegawai bank karena mereka kurang memberikan layanan yang baik. Seorang kekasih rela memberikan segalanya demi pasangannya walau dia tidak menunjukkan hal serupa. Seorang kolega dapat memutuskan hubungan profesional karena perkara uang.
Saat ini, berbagai macam media dan sarana telah dimudahkan untuk menjalin sebuah jejaring sosial. Mulai dari media elektronik audio seperti telpon, visual seperti FacebookTwitter hingga yang menggabungkan keduanya seperti SkypeVoipiChat. Semua itu menjadi pilihan yang memudahkan kita semua untuk saling bertegur sapa.
Akan tetapi, terkadang itu tidak menjanjikan sebuah hubungan sosial itu baik. Menurut saya, frekuensi komunikasi dan regulerisasi merupakan kunci menuju sebuah hubungan sosial yang baik. Saya teringat pepatah bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan itu sebabnya kita membutuhkan sosialisasi. Dan kita terkadang menyadari kelemahan kita hanya pada saat kita menghubungi orang lain hanya karena membutuhkan bantuan mereka. Sebuah sikap egois yang sepertinya wajar terjadi, mengingat hakikat dasar kita memang lemah dan berusaha untuk “bertahan hidup”. Namun hendaknya kita lebih bijak ketika hendak menjalani hakikat tersebut dengan melibatkan orang lain.
Saya mengambil contoh sebuah frase dalam bahasa Perancis yaitu « prendre un contact avec » yang berarti “menjalin hubungan dengan”. Selama saya tinggal di Perancis hingga hari ini, tidak banyak teman dan kolega asing yang saya miliki. Namun beberapa gelintir tersebut rupanya memang teman dan kolega yang sesungguhnya. Secara reguler kami « prendre un contact avec » via media apapun dan terus berkomunikasi tidak hanya ketika saling membutuhkan bantuan.
Sebuah opini yang saya tulis ini merupakan refleksi pribadi yang mungkin berguna untuk pembaca. Jadi hari ini saya bertanya pada diri sendiri, sudahkah saya menyapa orang lain ? Bagaimana dengan anda ?

From netsains.net
read more

Pola Asuh dan Pengaruhnya Bagi Perkembangan Anak


Banyak permasalahan yang terjadi di sekitar kita, mulai dari kenakalan remaja, Narkoba, bolos sekolah, kriminalitas, semuanya bersumber dari keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dengan pengasuhan yang kurang tepat, kurang terpenuhinya kebutuhan psikologis mereka sesuai dengan tahap perkembangannya, menjadikan mereka tumbuh dan berkembang dengan cara yang salah. Kurangnya pengarahan dan penanaman nilai-nilai positif di dalam keluarga menjadikan anak kurang dapat menempatkan dirinya dengan benar di lingkungan. Keluarga sebagai sarana belajar pertama bagi anak dan pembentukan karakter anak, semestinya memfasilitasi anak untuk belajar menjadi pribadi yang penuh potensi dan membanggakan orangtuanya.
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita secara benar, kita akan sedikit membicarakan tentang karakteristik khas dari seorang anak. Perlu kita pahami bahwa anak bukanlah miniatur orang dewasa. Sehingga ketika kita akan memperlakukan mereka, janganlah menggunakan pola pandang kita. Anak dengan dunianya, memiliki keterbatasan dalam hal kognisi, kemampuan motoriknya, juga beberapa hal yang mungkin dilakukan orang dewasa. Hal ini berpengaruh terhadap proses belajarnya mengenai kehidupan. Bagaimana ia belajar kedisiplinan, menghargai orang lain, kasih sayang, atau hal-hal lain yang berguna bagi kehidupannya ke depan. Termasuk apakah ia kelak akan menjadi anak yang sangat pemalu, tertutu, atau cukup percaya diri dan mampu menyampaikan keinginannya secara terbuka. Semua ini berangkat dari keluarga yang membelajari anak secara tidak langsung tentang pola-pola perilaku di atas.
Lalu bagaimana anak belajar pola-pola perilaku ini? Karena memiliki keterbatasan dalam hal kognisi dan pemahaman, maka anak belum dapat menganalisa segala hal yang dilakukan orang tua padanya. Anak hanya dapat melihat, meniru, hal-hal apa saja yang dilihatnya tanpa dapat memikirkan hal itu baik atau tidak. Proses modelling dan imitasi sangatlah kental pada masa ini. Oleh karenanya, sedapat mungkin orang tua menstimulasi anak dengan hal-hal yang positif agar ia belajar perilaku yang positif pula. Mencontohkan beribadah lebih mudah diterima daripada memarahinya ketika ia tidak mengerjakan shalat atau tidak mau ke gereja. Mengajaknya gosok gigi bersama lebih mudah dilakukan daripada hanya menyuruhnya cuci kaki dan gosok gigi sebelum tidur. Modelling yang positif dari orang tua ke anak akan berdampak positif bagi perkembangan dan pembentukan karakternya.
Ayah sebagai figur otorita di rumah, menanamkan kedisiplinan pada anak. Mencontohkan bangun pagi, meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan bersikap tegas ketika anak melakukan kesalahan. Ibu sebagai figur yang lembut berusaha menyeimbangkan dengan mengajarkan pada anak nilai-nilai kasih sayang, menolong orang lain, kejujuran, kesederhanaan atau mendengarkan keluh kesahnya.
Prinsip kerja pola perilaku pada anak dibentuk lewat hadiah dan hukuman. Hadiah diberikan untuk perilaku-perilaku yang positif, tujuaannya untuk meningkatkan perilaku agar bertahan lama. Sebaliknya anak akan dihukum ketika ia melakukan tindakan negatif, yang bermaksud untuk menghilangkan perilaku tersebut. Kedua hal ini bekerja pada dimensi perilaku, yang bertujuan untuk membentuk habit atau kebiasaan pada anak.
Dimensi lain yang tak kalah penting adalah emosi. Anak juga bukan makhluk robotik yang hanya dibentuk lewat hadiah dan hukuman. Karena keterbatasan kognisinya pula, terkadang ia kurang dapat memaknai secara benar stimulasi yang diberikan orang tuanya. Orang tua memarahi anak dengan maksud agar ia tidak lagi berantem dengan adiknya atau untuk mengurangi perilaku agresifnya yang dinilai tidak sopan dengan harapan kelak agar ia lebih dihargai orang dan tahu sopan santun. Tapi sayangnya cara berfikir anak tidak sampai ke sini. Ia hanya melihat apa yang nyata di hadapan matanya bahwa ia dimarahi. Anak berfikiran jika orang tua jahat karena memarahinya. Konsep yang salah ini jika terus dibawa sampai remaja atau dewasa, akan menimbulkan figuring negatif anak terhadap orang tuanya. Dampaknya, jika anak laki-laki memiliki kerenggangan hubungan dengan ayah, maka ia akan kehilangan figur maskulin darinya. Sebaliknya, jika anak perempuan memiliki kesan negatif pada ibunya maka ia akan kurang mendapatkan figuring feminin dari ibunya.
Penerimaan tanpa syarat menjadi solusi akan semua permasalahan di atas. Biarkan anak melakukan apa saja yang menjadi kesenangannya, tetapi di bawah pengawasan dan kontrol. Hargai sekecil apapun hal-hal yang dilakukan anak, agar ia lebih percaya diri. Jangan terlalu banyak mencemooh atau meremehkannya, sebab ini akan berpengaruh pada kepercayaan dirinya kelak. Ajak ia berdiskusi dan memaknai setiap hukuman yang diberikan, agar ia belajar sesuatu dengan cara yang benar.
ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak dibesarkan dengan kententraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Dorothy Law Nolte
from netsains.net
read more

Monday, June 11, 2012

Memahami Penggunaan Narkoba pada remaja dan Upaya Pencegahannya


Istilah NARKOBA sudahlah sangat familiar di kalangan masyarakat kita saat menyebut segala hal yang terkait dengan narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang lainnya. Masyarakat sudah sangat sering menggunakan istilah ini, bahkan di slogan-slogan untuk memerangi bahaya Narkoba khususnya bagi kaum muda penerus bangsa. Kaum muda sebagai cikal bakal budaya bangsa, diharapkan memiliki potensi yang luar biasa sehingga mampu mengangkat budaya bangsanya. Membekali diri dengan segala pengetahuan dan keterampilan untuk mengasah potensi yang mereka punya, sehingga mampu bersaing di dunia kerja yang sangat kompetitif. Namun sayangnya ketika dikaitkan dengan penyalah gunaan zat, masa remaja memiliki peringkat tertinggi sebagai pintu awal perkenalan mereka dengan Narkoba. Lebih dari 80% pengguna Narkoba memulai perkenalan mereka dengan Narkoba pada usia remaja antara 12 hingga 15 tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa fakta tentang remaja, proses hingga mereka dapat menjadi ketergantungan dengan narkoba, serta bagaimana terapi dan upaya mencegahnya.
Mengapa dari sebagian besar kasus penyalahgunaan Narkoba, remaja menduduki peringkat tertinggi? Faktor pertama adalah karakter khas remaja dan tahap perkembangan yang sedang terjadi di usia ini. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi. Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan, 2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja:
1. Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orangtua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orangtua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orangtua.
2. Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
3. Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
Saat remaja mulai mencoba mengkonsumsi narkoba, proses selanjutnya dijelaskan oleh pendekatan perilaku. Mengapa perilaku tertentu cenderung bertahan atau mungkin akan hilang? Prinsipnya adalah perilaku itu akan diperkuat atau bertahan ketika mendapatkan reinforcement atau penguatan, sebaliknya perilaku akan melemah atau hilang ketika mendapatkan hukuman. Saat pertama kali mencoba alkohol terasa pahit, mual atau mungkin pusing. Rasa tidak mengenakkan ini mungkin bisa menjadi hal negatif atau hukuman bagi seseorang untuk tidak mengkonsumsinya lagi. Namun mengapa tidak demikian? Mengapa perilaku mengkonsumsi alkohol justru meningkat? Sebab hukuman yang didapatkan tidak setara dengan penguatan perilaku yang diberikan oleh teman-teman atau kelompok mereka. Rasa pahit, mual atau pusing tidak seberapa jika dibandingkan dengan rasa bangga dipuji teman, mendapatkan pengakuan sebagai pribadi yang berani, atau sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok. Atau bisa jadi, hukuman yang lebih besar yang mungkin akan ia dapatkan ketika tidak terlibat dalam perilaku mengkonsumsi alkohol, membuat perilaku “tidak minum alkohol” menjadi lemah. Saat “tidak ikut mengkonsumsi alkohol” maka seseorang akan dikucilkan, diejek, atau mungkin tidak mendapatkan pengakuan lagi. Sehingga perilaku “tidak mengkonsumsi alkohol” ini menjadi tidak diperkuat, dan sebaliknya “perilaku mengkonsumsi alkohol”lah yang diperkuat. Contoh lainnya misalnya saat mencoba meminum alkohol membuat seseorang lebih percaya diri, lebih ekspresif, kreatif, dan dapat mengemukakan pendapat dengan baik ketika berbicara di depan publik. Hal ini juga dapat menjadi sebuah penguat mengapa perilaku mengkonsumsi alkohol meningkat.
Proses ini terus berlajut dan sulit untuk dilepaskan ketika sudah menjadi sebuah pola perilaku dan kebiasaan. Diawali dengan proses di atas, lalu yang membuat susah lepas dari narkoba adalah konsekuensi negatif saat tidak mengkonsumsinya lagi. Kali ini konsekuensi negatif bukan lagi dari teman atau lingkungan, melainkan dari individu itu sendiri. Saat tubuh telah terbiasa mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan psikotropika, maka efek obat atau zat yang dirasakan setahap demi setahap akan meningkat ambang toleransinya. Jika semula cukup dengan 1 dosis, kali ini butuh dua hingga tiga dosis untuk dapat merasakan efeknya (intoksikasi). Hal inilah yang disebut dengan meningkatnya toleransi zat pada tubuh seseorang. Saat ingin berhenti mengkonsumsi, menurunkan dosis atau kembali ke dosis semula sangatlah berat karena tubuh akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Inilah yang disebut dengan withdrawal effect atau sering kita kenal dengan istilah sakaw. Pada tahap inilah konsekuensi negatif didapatkan dari tubuh individu itu sendiri bukan lagi dari orang lain, oleh karenanya sulit sekali melepaskan ketergantungan pada narkoba ketika sudah pada tahap ini.
Namun, beberapa pendekatan psikososial mampu membantu individu untuk lepas dari ketergantungan zat. Kunci utama yang harus dipahami bahwa dalam kasus ketergantungan zat mengandung beberapa unsur yang harus diperhatikan, antara lain fisik, psikologis, dan sosial. Oleh karenanya kombinasi tiga komponen itu harus terlibat dalam proses penyembuhan. Fisik terkait dengan toleransi zat yang dirasakan dalam tubuh (misalnya sakaw), sehingga harus ada sebuah terapi untuk mengatasi hal ini. Misalnya penggunaan obat-obatan substitusi. Namun dalam penggunaannya harus dikendalikan agar tidak menimbulkan efek sekunder, misalnya menjadi ketergantungan dengan obat subtitusi. Terapi perilaku seperti kontrol diri atau kognitif terapi dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat-obatan substitusi untuk membantu managemen minum obat, menurunkan dosis pemakaian, termasuk mengubah dimensi kognitif seseorang tentang harapan atau ekspektasi dari penggunaan obat, juga persepsi yang salah jika obat tertentu akan dapat menimbulkan efek tertentu. Harapan atau ekspektasi seseorang akan obat tertentu yang dikonsumsi ternyata memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap efek obat tersebut ke tubuh seseorang (Nevid, 2003).
Aspek psikologis mencakup dimensi kognitif seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ada ekspektasi atau harapan dari pengguna zat akan efeknya, kemudian dimensi psikologis lain seperti masalah yang dihadapi sebelumnya atau konsekuensi yang didapatkan dari penggunaan zat. Misalnya saat menggunakan zat seseorang sedang menghadapi masalah tertentu, dan setelahnya ia menjadi lebih lega. Sehingga ia mengaitkan narkoba dengan terselesaikan masalahnya. Hal ini dapat membuat ketergantungan semakin meningkat sebab adanya konsekuensi positif yang didapatkan dari perilaku menggunakan zat. Padahal sebenarnya hanya pelampiasan emosi yang membuat kondisi psikologis seseorang menjadi lebih baik, lebih tenang, sehingga ia dapat berfikir lebih baik dan memecahkan masalahnya. Saat kondisi normal, seseorang kerap kali memendam masalahnya dan emosinya karena akan menimbulkan dampak buruk ketika dikeluarkan. Misalnya rasa marah, kecewa, benci. Saat menkonsumsi alkohol misalnya, efek intoksikasi (mabuk) didapatkan, dan dalam kondisi ini seseorang merasa bebas mengemukakan apa saja yang ada dalam benaknya. Proses katarsis atau meluapkan emosi-emosi negatif terjadi pada tahap ini, sehingga wajar jika setelahnya seseorang merasa lega dan mampu berfikir lebih jernih. Jika kita memahami hal ini, maka tanpa perlu minum alkohol pun kita dapat mengeluarkan emosi negatif kita dengan cara yang lebih sehat.
Dimensi terakhir yang perlu diperhatikan adalah faktor sosial, mencakup keluarga, masyarakat sekitar, atau teman-teman.  Ada tidak keterkaitan antara penggunaan narkoba dengan masalah yang sedang dihadapi dengan keluarga atau teman-temannya. Misalnya konflik dengan orangtua menyebabkan ia selalu merasa tertekan dan melampiaskannya pada narkoba. Jika demikian, maka konflik dengan orangtua perlu diselesaikan juga sebagai bagian dari proses terapi. Atau pengaruh teman atau lingkungan sangat besar terhadap proses penyembuhan, maka perlu menciptakan lingkungan baru untuk meminimalisir pengaruh buruk dari lingkungan. Hal lain yang terjadang terkait dengan pecandu adalah riwayat perilaku negatif seperti pencurian, yang sarat akan stigma di masyarakat. Sehingga dalam proses penyembuhan yang dijalaninya terjadang mantan pecandu ini masih mendapatkan stigma ini. Misalnya anggota keluarga membuat pernyataan bahwa mereka harus berhati-hati jika menaruh barang berharga, sebab ada si X yang mantan pecandu. Hal ini terkadang juga dapat menurunkan mental pecandu yang mulai belajar memperbaiki diri. Oleh karenanya kerjasama yang baik dan dukungan dari lingkungan akan memberikan pengaruh yang luar biasa pada proses kesembuhan yang sedang dijalani oleh seseorang dengan ketergantungan zat.
Lalu apa yang dapat kita lakukan agar terhindar dari penyalahgunaan zat? Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua, atau pendidik.
1. Ciptakan komunikasi yang harmonis antara anak dengan orangtua. Jangan terlalu mengatur dan menuntut anak, melainkan mengarahkan dan membimbingnya.
2. Berikan perhatian dah kasih sayang yang cukup pada anak.
3. Ciptakan suasana yang harmonis.
4. Jadilah teladan yang baik bagi anak.
5. Pendekatan yang ramah, terbuka dan saling percaya.
6. Penerimaan tanpa syarat, sehingga akan membuat anak lebih terbuka menyampaikan aspirasinya.
7. Tanamkan pendidikan agama.

Sedangkan bagi remaja itu sendiri, hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjerat dalam lingkaran narkoba adalah:
1. Memahami apa itu Narkoba, sebagai upaya pencegahan bukan untuk mencoba.
2. Kontrol diri yang kuat, sehingga bisa mengendalikan diri dengan baik saat berteman dengan siapa saja.
3. Hati-hati dalam memilih teman.
4. Mengenali potensi dan kelemahan diri, agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sebagai upaya menutupi kelemahan diri dengan cara yang positif.
5. Mengisi waktu luang dengan kegiatan positif.
6. Menemukan strategi koping atau cara pemecahan masalah yang tepat. Diskusi dan berbagi dengan teman atau orang yang dipercaya, untuk mendapatkan wacana atau wawasan baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Semoga bermanfaat..

From netsains.net
read more

Kartu SIM Anti Bully untuk Lindungi Anak-anak


Orang tua tidak akan perlu lagi terlalu khawatir pada anak-anak mereka. Sebab ada kartu SIM yang memungkinkan mereka mengontrol anaknya melalui komputer. Sayangnya layanan ini baru bisa dinikmati di Inggris. Bemilo, nama sistem ini, disediakan oleh jaringan Vodafone, menawarkan layanan bagi orang tua untuk melindungi anak mereka secara online,  baik melalui SMS maupun telepon.  Jika pada jaringan ponsel biasa, anak dapat mematikan ponselnya agar tidak terdeteksi, maka layanan ini sebaliknya. Walau ponsel dimatikan, tetap saja orang tua dapat melacak keberadaan anak.
Paket ini ditawarkan dengan harga 2,95 poundsterling per bulan. Paket keamanan ini sudah ada di dalam kartu SIM, dan akan diinstal ke ponsel anak.
“Ini adalah kartu SIM yang sama dengan yang biasa dipakai, tapi mampu mengetahui keberadaan anaknya untuk keselamatan mereka,” jelas Simon Goff, founder Bemilo. “Orang tua dapat mengontrol siapa saja yang boleh mengontak atau dikontak si anak, dan dapat mengatur waktu komunikasinya.”
Orang tua dapat menonaktifkan ponsel anak selama jam sekolah. Semua dilakukan melalui web di komputer. Bahkan walau ponsel dimatikan oleh anak, orang tua tetap dapat mengontak mereka. Orang tua juga dapat mengetahui isi SMS anak-anak mereka.
Layanan ini dapat melindungi anak dari pelecehan seksual melalui SMS yang sering dilakukan oleh para predator. Para kriminal kerap mengirim SMS atau menelepon anak dengan tujuan mengajak mereka melakukan hal-hal tidak senonoh melalui ponsel. Dan ini sangat mengkawatirkan orang tua.
National Society for the Prevention of Cruelty to Children  (NSPCC) melaporkan bahwa banyak gadis remaja yang mendapat tekanan akibat menerima SMS dan telepon tidak senonoh dari orang tak dikenal. Bahkan para predator juga kerap mangirim link web porno ke anak-anak remaja. Menurut survei yang dilakukan Bemilo pada 2000 orang tua, diketahui bahwa 40% anak usia 8-16 tahun yang menggunakan ponsel menderita kurang tidur akibat stres dibully dengan SMS dan telepon. Semoga saja layanan serupa akan segera hadir di Indonesia.

From netsains.net
read more

Penyesalan Orang-orang Sekarat


Memang benar adanya bahwa penyesalan selalu datang belakangan, bahkan menjelang kematian.
Penyesalan-penyesalan itulah yang dicatat oleh Bronnie Ware, seorang perawat yang bertugas menemani pasien-pasien sekarat selama 12 minggu terakhir mereka.
Catatan Ware dalam blog-nya, Inspiration and Chai, kemudian dibukukan menjadi The Top Five Regrets of the Dying. Di dalamnya berisi kearifan yang didapat orang-orang sekarat semasa hidupnya dan bagaimana kita bisa belajar dari mereka.
“Saat ditanya mengenai penyesalan atau tentang sesuatu yang berbeda yang mereka ingin lakukan, tema-tema umum muncul berulang-ulang,” katanya. Ini adalah 5 yang paling sering.
Jujur Sesuai Diri Sendiri
“Aku berharap punya keberanian untuk menjalani hidup yang jujur pada diri sendiri, bukan hidup seperti yang diinginkan orang lain.”
Ini adalah penyesalan paling umum dirasakan. Saat seseorang menyadari hidupnya akan segera berakhir, namun masih banyak mimpi di masa lampau yang tidak terwujud karena pilihan-pilihan yang mereka buat maupun tidak mereka pilih.
Tidak Kerja Terlalu Keras
“Aku berharap tidak bekerja terlalu keras.”
Penyesalan ini muncul dari pasien-pasien pria Ware. Mereka melewatkan masa-masa muda anaknya serta kasih sayang pasangan dan menghabiskan banyak waktu hidupnya dalam roda pekerjaan.
Ungkapkan Perasaan
“Aku berharap memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan.”
Banyak orang yang menekan perasaannya agar tak bermasalah dengan orang lain. Memang orang lain pasti akan berekasi saat kita berkata jujur, namun kejujuran itu nantinya akan meningkatkan kualitas hubungan yang ada. Atau, akan melepaskan kita dari hubungan yang tak sehat. Ujung-ujungnya, kitalah yang jadi pemenangnya.
Komunikasi dengan Teman
“Aku berharap tetap berkomunikasi dengan teman-teman.”
Banyak penyesalan mendalam saat para pasien tidak mengusahakan dan menyediakan waktu untuk pertemanan. Mereka terjebak dalam kehidupan sendiri dan melewatkan persahabatan. Dan saat ajal menjelang, kerinduan akan sahabat pun menyerang. Karena itulah yang dibutuhkan di minggu-minggu terakhir: cinta dan persahabatan.
Lebih Bahagia
“Aku berharap membiarkan diri lebih bahagia.”
Ternyata banyak yang tak menyadari bahwa kebahagiaan itu adalah sebuah pilihan. Mereka cenderung berada dalam pola hidup dan kebiasaan lama. Ketakutan untuk berubah memaksa mereka berpura-pura di hadapan orang lain. Di saat yang sama, mereka merindu untuk tertawa lepas dan melakukan hal-hal bodoh.
Bagaimana Dengan Kita?
Lalu bagaimana dengan kita? Mana yang akan kita pilih? Refleksikanlah.

From netsains.net
read more

Tuesday, June 5, 2012

Paper Anatomi Sistem Saraf Manusia

read more

Sunday, June 3, 2012

Tips Aman ber- SMS


Sejak kehadiran ponsel, orang lebih suka mengirim pesan tertulis atau SMS ketimbang menelepon. Alasannya, berkirim SMS lebih nyaman, bisa menjaga kerahasiaan, tidak mengganggu sekitar, dan lebih bersifat privasi. Terlebih lagi sejak munculnya layanan kirim pesan di luar SMS, seperti BlackBerry Messenger (BBM), atau What’s App. Maka kebiasaan berkirim pesan di ponsel makin membudaya.
Problemnya, banyak kasus orang celaka akibat keasyikan kirim pesan di ponsel. Misalnya saja kecelakaan di jalan raya saat mengendara. Nah, bagaimana ya agar kita bisa berkirim pesan di ponsel tanpa harus jadi ribet atau bahkan celaka?
  1. Letakkan selalu ponsel di tempat yang mudah dijangkau. Sebab ponsel yang ngumpet di tas, di antara barang-barang lain, akan sulit dicari. Saat ada bunyi notifikasi, kita akan kesulitan menjangkau, dan itu sangat mengganggu ketika kita sedang melakukan aktivitas lain. Taruhlah ponsel di kantung khusus, bisa diletakkan di saku atau dikaitkan ke ikat pinggang. Dengan begitu mudah dijangkau tangan walau kita sedang “ribet”.
  2. Saat berkendara motor atau mobil, hentikan dulu jika ada pesan masuk yang dirasa memang penting. Jangan sekali-sekali menganggap remeh aktivitas berkendara, sehingga bisa diselingi membaca dan mengirim pesan, sebab sangat berbahaya bagi anda sendiri maupun pengguna jalan lain.
  3. Matikan ponsel saat sedang melakukan aktivitas yang membutuhkan perhatian penuh. Tidak jarang banyak kecelakaan terjadi akibat seseorang terganggu konsentrasinya hanya karena mendengar dering ponsel, atau tergoda untuk segera membaca pesan masuk. Ini bahaya sekali. Lebih baik matikan ponsel atau jauhkan ponsel dari jangkauan saat kita sedang melakukan pekerjaan yang benar-benar butuh konsentrasi penuh. Misalnya memasak dengan tingkat kesulitan tinggi, atau sedang berada di ketinggian tertentu.
Inti dari semuanya adalah, jangan terlalu tergantung dengan pesan teks di ponsel, baik itu SMS, BBM, What’s App, Yahoo Messenger, atau apapun itu. Sebab apa yang ada di sekitar kita jauh lebih penting dari sekadar pesan.
read more

Orang Lebih Jujur di SMS daripada Berbicara


Apa betul orang lebih jujur di SMS atau pesan tertulis daripada berbicara? Ternyata iya lho. Sebuah studi  yang dilakukan ilmuwanUniversity of Michigan menyatakan bahwa orang cenderung lebih jujur ketika menyampaikan pesan secara tertulis.
Barangkali ini dapat menjelaskan mengapa orang lebih suka berkomunikasi lewat SMS atau pesan tertulis lain, ketimbang berbicara langsung maupun lewat telepon. Sebab dengan menulis pesan, mereka dapat mengemukakan hal secara terus terang, tanpa ada tekanan.
“Orang lebih suka membahas informasi sensitive melalui pesan tertulis daripada komunikasi suara,” jelas  pakar psikologi kognitif Fred Conrad, salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian tersebut. Saat mengetikkan pesan, tanpa disadari kita tidak melibatkan rasa bersalah yang ada pada saat kita menyampaikan pesan itu secara lisan.
Para ilmuwan juga menemukan bahwa orang cenderung menjawab secara detil dan jelas pertanyaan melalui pesan tertulis, dibanding secara lisan.  ”Kami yakin, orang memberi jawaban dengan lebih tepat dan detil melalui pesan tertulis sebab tidak ada tekanan sebesar saat mereka menjawab secara lisan,” jelas Conrad.
Mengirim pesan tertulis kini sudah menjadi perilaku respon instan yang cukup mendunia, terlebih lagi pengguna ponsel terus bertambah. Bahkan orang lebih merasa efektif berkomunikasi melalui SMS atau pesan tertulis lain daripada melalui komunikasi suara.
Conrad dan rekannya, Michaerl Schober mengatakan mereka masih butuh penelitian lanjutan untuk dapat memperkuat teori ini. Misalnya saja apa efeknya pada anak-anak yang sudah sejak dini menggunakan ponsel dan ber-SMS.
Hal lain yang disibak dalam studi ini, bahwa orang yang sedang sibuk seperti mendengarkan musik, olahraga, atau bahkan mengonsumsi alkohol, tetap saja bersikap lebih jujur saat menyampaikan pesan tertulis. Wah, kalau begitu, kalau mau  mengorek isi hati seseorang, sebaiknya lewat pesan tertulis saja ya ketimbang komunikasi lisan?

From netsains.net
read more

Adds

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More